KPK Bantah Targetkan PBNU di Kasus Kuota Haji, tetapi Anggota sebagai Individu
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan proses penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji 2023-2024 tidak menyasar orang atau organisasi keagamaan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), melainkan individu anggota organisasi tersebut yang berstatus pegawai Kementerian Agama.
Hal tersebut disampaikan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat ditanya soal pemeriksaan staf PBNU Syaiful Bahri terkait kasus kuota haji 2024 pada Selasa (9/9/2025).
“Jadi yang kita panggil adalah
person
-nya, orangnya. Orangnya dan kaitannya adalah karena yang bersangkutan sebagai pegawai di Kementerian Agama. Walaupun yang bersangkutan juga menjadi anggota atau pengurus di organisasi keagamaan,” kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (18/9/2025).
“Tadi ada juga bekerja ‘oh ada kaitannya ya dengan organisasi itu (PBNU)’ itu tidak serta-merta demikian. Tidak serta-merta demikian,” ujar dia menegaskan.
Asep mengatakan, KPK memeriksa anggota-anggota organisasi keagamaan tersebut untuk mendalami aliran uang.
KPK menduga aliran uang dalam perkara tersebut melalui anggota-anggota organisasi keagamaan yang bertugas di Kementerian Agama.
“Jadi kami tidak melakukan atau menarget organisasi, tetapi uangnya itu lari, karena itu mengikuti orangnya, orangnya ada di mana, bekerja di mana, nah di situ kami lihat, pasti kan juga ada berkaitan dengan tempatnya yang bersangkutan bekerja,” ujar Asep.
Diketahui, KPK tengah menyidik kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama yang terjadi pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
KPK menduga terdapat penyelewengan dalam pembagian 20.000 kuota tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi.
Berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.
Dengan demikian, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus.
Namun, dalam perjalanannya, aturan tersebut tidak dilakukan Kementerian Agama.
“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ujar Asep.
“Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” imbuh dia.
KPK menduga terdapat jual-beli kuota haji tambaha tersebut yang dibanderol hingga ribuan dollar Amerika Serikat.
KPK pun sudah mencegah 3 orang bepergian ke luar negeri demi kepentingan penyidikan, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
KPK Bantah Targetkan PBNU di Kasus Kuota Haji, tetapi Anggota sebagai Individu Nasional 19 September 2025
/data/photo/2025/08/20/68a595bb9885f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)