Bisnis.com, JAKARTA – Fenomena langit langka akan kembali terjadi. Tepat pada 21 September 2025, dunia akan menyaksikan gerhana matahari parsial, ketika bulan tampak “menggigit” sebagian permukaan matahari.
Peristiwa ini hanya bisa diamati dari wilayah tertentu di belahan bumi selatan, terutama Samudera Pasifik Selatan, Selandia Baru, dan sebagian Antartika.
Menurut laporan Space.com, gerhana akan dimulai pada 13:29 ET (17:29 GMT) dan mencapai puncaknya pada 15:41 ET (19:41 GMT). Di beberapa lokasi seperti bagian selatan Selandia Baru dan Antartika, bulan diperkirakan akan menutupi hingga 70 – 80% permukaan matahari.
Fenomena ini dikenal sebagai gerhana parsial karena bulan tidak sepenuhnya menutupi matahari. Dari bumi, matahari akan tampak berbentuk sabit atau seolah tergigit sebagian.
Meski tidak dapat diamati langsung dari Indonesia, peristiwa ini menjadi perhatian penting bagi astronom dan pecinta fenomena langit. Gerhana parsial memberi kesempatan untuk mempelajari interaksi cahaya matahari, bulan, serta atmosfer bumi, sekaligus menjadi momen edukatif untuk meningkatkan minat masyarakat pada astronomi.
Menurut NASA, gerhana ini juga bertepatan dengan periode ekuinoks September, yaitu momen ketika panjang siang dan malam hampir sama di seluruh dunia.
Pakar astronomi mengingatkan agar masyarakat tidak melihat matahari secara langsung tanpa perlindungan khusus. Diperlukan kacamata gerhana atau filter matahari bersertifikat untuk menghindari risiko kerusakan permanen pada mata.
Bagi masyarakat di luar jalur pengamatan, fenomena ini dapat disaksikan melalui siaran langsung daring yang biasanya disediakan oleh lembaga astronomi internasional maupun komunitas pengamat langit.
Data dari Time and Date menyebutkan sekitar 16,6 juta orang berada di wilayah yang berpotensi menyaksikan gerhana ini secara langsung. Bagi penggemar astronomi di Indonesia, kesempatan terbaik adalah mengikuti siaran digital untuk tetap bisa merasakan momen langka tersebut.
