Jember (beritajatim.com) – Muhammad Balya Firjaun Barlaman alias Gus Firjaun, Wakil Bupati Jember, Jawa Timur, 2021-2025, menegaskan perlunya pemerintah mengatasi ketidakadilan yang menjadi akar persoalan di Indonesia.
Menurut Firjaun, keadilan adalah perintah agama dan sila Pancasila yang penting untuk ditegakkan. “Maka ketika kemudian tidak adil, ya sudah, akhirnya menimbulkan endapan-endapan kekecewaan,” katanya, Sabtu (6/9/2025).
Endapan-endapan tersebut, lanjut Firjaun, semakin hari menumpuk dan bisa menyebabkan orang berbuat ekstrem. “Tindakan ekstrem bisa karena ajaran, doktrin, bisa karena situasi, bisa karena kecewa,” kata Firjaun.
“Kalau problem solving-nya saja tanpa melihat akarnya dan menangani akar masalah, sampai kapanpun terus seperti ini,. Intinya keadilan. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Firjaun.
Keadilan ini, menurut Firjaun, hendaknya diterapkan dalam kebijakan, baik ekonomi, sosial, maupun politik. Komitmen keadilan pemerintah bisa dilihat dari konsistensi penegakan hukum. “Ini sudah disinyalemenkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad, bahwa rusaknya atau hancurnya umat-umat terdahulu karena tidak ada keadilan dalam hukum,” katanya.
“Rusaknya ‘umatku’ (umat Islam) juga sama: ketika pembesar melakukan kesalahan, hukum tidak menyentuh. Tapi ketika orang kecil melakukan kesalahan, pelanggaran, maka hukum ditegakkan. Sampai kemudian beliau menggambarkan: ‘andai kata Fatimah putriku mencuri, akan saya potong tangannya’. Nah, ini kan contoh, betapa Kanjeng Nabi secara spirit siap untuk menegakkan hukum,” kata Firjaun.
Firjaun meminta semua pihak, terutama pemerintah, mengambil hikmah dari rangkaian kejadian akhir-akhir ini. “Jangan antikritik dan tidak mau mendengarkan aspirasi orang lain. Harus bisa berkolaborasi dengan semua pihak, karena kalau ditangani sendirian tidak bisa, gak akan mampu,” katanya.
Firjaun meminta pemerintah bekerja tidak dengan prinsip asal atasan senang. “Ketika semua dibicarakan baik-baik, sebagai pemimpin, bisa berkolaborasi, mau mendengarkan, belajar mendengarkan dari orang lain, inovatif, bisa mencari solusi-solusi,” katanya.
Hati nurani, kata Firjaun, harus menjadi panduan sebelum mengeluarkan kebijakan. “Saya yakin mana yang layak, mana yang tidak layak, mana yang pantas dan mana yang tidak pantas, nurani kita bicara soal itu. Pasti ada ada sinyal dari nurani kita,” katanya. [wir]
