Putusan Percobaan Dianulir, Dokter Raditya Bagus Dihukum 5 Bulan Penjara Oleh Mahkamah Agung

Putusan Percobaan Dianulir, Dokter Raditya Bagus Dihukum 5 Bulan Penjara Oleh Mahkamah Agung

Surabaya (beritajatim.com) – Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan yang menguatkan hukuman pidana lima bulan penjara terhadap dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra, seorang dokter yang terlibat dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Putusan tersebut dibacakan pada 22 Juli 2025 oleh majelis hakim yang dipimpin oleh Hidayat Manao SH MH, yang menyatakan bahwa dr. Raditya terbukti melakukan kekerasan fisik terhadap dokter Maedy tanpa menghalangi pekerjaan korban.

Putusan ini menguatkan keputusan Pengadilan Tinggi Militer yang sebelumnya juga menghukum dr. Raditya dengan pidana lima bulan penjara. Namun, keputusan ini menganulir putusan Pengadilan Militer Surabaya yang memberikan hukuman percobaan kepada dokter tersebut.

“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Terdakwa dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra,” demikian bunyi amar putusan yang dibacakan oleh Hakim Agung pada Juli 2025.

Kuasa Hukum Korban Apresiasi Putusan MA

Keputusan Mahkamah Agung ini disambut positif oleh kuasa hukum korban, Mahendra Suhartono. Mahendra mengapresiasi putusan tersebut, yang dianggapnya sebagai bentuk keadilan bagi korban dan bukti bahwa hukum di Indonesia berlaku tanpa pandang bulu, termasuk bagi anggota TNI.

“Hal tersebut membuktikan bahwa tidak ada yang kebal hukum di Indonesia, siapapun baik masyarakat maupun anggota TNI sekalipun yang melakukan tindakan pidana KDRT harus dihukum, terlebih bagi seorang residivis,” ujar Mahendra pada Jumat (5/9/2025).

Namun, meskipun putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap, Mahendra menyayangkan belum dilaksanakannya eksekusi putusan oleh Oditur Militer. Padahal, putusan tingkat kasasi telah diputuskan sejak 22 Juli 2025. Menurutnya, hal ini menunjukkan adanya ketidakjelasan dalam pelaksanaan hukum.

“Kami pun bertanya-tanya mengapa sampai dengan saat ini putusan tersebut tidak dilaksanakan? Ada apa ini? Padahal tidak ada alasan yang patut untuk menghambat proses eksekusi putusan,” ungkap Mahendra.

Tuntutan Eksekusi Cepat

Mahendra berharap agar Oditur Militer segera melaksanakan eksekusi terhadap putusan yang sudah inkracht ini. Ia khawatir jika penundaan terus berlanjut, akan muncul kesan bahwa “Jiwa korsa TNI mengalahkan keadilan untuk masyarakat”.

“Kami berharap agar putusan yang sudah inkracht ini dapat dilaksanakan sesegera mungkin supaya tidak timbul kesan buruk di masyarakat,” tegas Mahendra.

Dengan kejadian ini, perhatian masyarakat kini tertuju pada pelaksanaan putusan dan bagaimana hukum di Indonesia dapat ditegakkan tanpa adanya diskriminasi. [uci/suf]