Surabaya (beritajatim.com) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzzaki dari Kejaksaan Negeri Surabaya belum siap dengan tuntutan terhadap Tjan Hwa Diana dan Handy Soenaryo. Akibatnya, sidangpun tertunda hingga 22 September 2025 mendatang.
Tuntutan ini kontan membuat Jemmy Nahak, kuasa hukum korban kecewa. Bagi Jemmy, penundaan ini terasa sangat berat. Korban sudah menanggung kerugian besar akibat ulah terdakwa, kini justru harus bersabar lagi menanti keadilan. “Kami hanya berharap terdakwa dihukum setimpal. Sampai hari ini tidak ada itikad baik mereka mengganti kerugian,” ujar Jemmy.
Kasus bermula dari proyek pembuatan kanopi motorized retractable roof yang dipesan Handy kepada Paul Stephanus. Pekerjaan yang sudah mencapai 75 persen tiba-tiba dibatalkan sepihak oleh Handy pada 29 Oktober 2024. Tak hanya itu, ia menuntut uang muka Rp205 juta dikembalikan.
Karena permintaannya tidak dipenuhi, emosi Handy memuncak. Bersama istrinya, Diana, ia merusak dua mobil milik saksi: sebuah Daihatsu Grandmax pikap dan Mazda sedan. Menggunakan dongkrak, kunci roda, bahkan mesin gerinda, ban dan velg mobil dicopot hingga rusak parah.
Kini, kedua mobil korban tak bisa lagi digunakan. Kerugian materiil jelas terasa, tapi yang lebih menyakitkan adalah sikap terdakwa yang dinilai tidak bertanggung jawab.
Pasutri itu dijerat Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang perusakan secara bersama-sama. Namun sampai sidang ke sekian kali, keadilan bagi korban masih terasa jauh. [uci/kun]
