Dukungan Prabowo Dinilai Jadi Sinyal Kuat, Pengamat Minta DPR Segera Sahkan RUU Perampasan Aset

Dukungan Prabowo Dinilai Jadi Sinyal Kuat, Pengamat Minta DPR Segera Sahkan RUU Perampasan Aset

Surabaya (beritajatim.com) – Dukungan terbuka Presiden Prabowo Subianto terhadap percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset dinilai sebagai sinyal kuat yang tak boleh diabaikan. DPR dan kabinet diminta segera menindaklanjuti komitmen ini sebagai bagian dari upaya serius pemberantasan korupsi.

Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menilai momen ini sangat krusial untuk membuktikan kesungguhan pemerintah dan legislatif dalam melawan korupsi. Ia menegaskan, RUU Perampasan Aset bukan sekadar soal menyeimbangkan kerugian negara, tetapi juga menunjukkan keberanian politik untuk mengembalikan aset publik yang telah dicuri.

“Saya kira, urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi sangat krusial saat ini, sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam membasmi korupsi secara efektif dan efisien. Apalagi belakangan ini, korupsi makin merajalela di Indonesia,” ujar Hardjuno di Surabaya, Jumat (2/5/2025).

Pernyataan itu merespons pidato Presiden Prabowo dalam peringatan Hari Buruh Internasional di Monas, Jakarta. Dalam pidatonya, Presiden menegaskan dukungan penuh terhadap RUU tersebut. “Dalam rangka juga pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung,” kata Prabowo. Ia bahkan menambahkan, “Enak aja udah nyolong enggak mau kembalikan aset, gue tarik aja.”

Menurut Hardjuno, dukungan Presiden harus direspons sebagai ujian serius bagi anggota DPR dan para menteri terkait. Terlebih, RUU Perampasan Aset sudah masuk Prolegnas sejak 2012 namun belum juga disahkan.

“Apa yang disampaikan Presiden Prabowo adalah sinyal kuat. Sekarang tinggal komitmen para pembantunya di kabinet dan mayoritas DPR yang notabene partai-partai koalisi Presiden untuk menjadikan ini sebagai agenda prioritas,” tegasnya.

Sebagai kandidat doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga, Hardjuno menilai pembuktian terbalik dalam RUU ini tidak melanggar prinsip hukum, karena hanya menyasar kekayaan yang asal-usulnya tidak dapat dibuktikan. Ia menyebut, banyak aset hasil korupsi yang tak tersentuh karena belum adanya payung hukum.

“Negara kehilangan triliunan rupiah aset hasil korupsi yang tidak bisa disentuh karena tidak ada payung hukumnya. Kita ketinggalan dibanding negara lain seperti Inggris, Swiss, atau bahkan negara tetangga,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa RUU tersebut terakhir kali diajukan pada Mei 2023, namun belum masuk Prolegnas Prioritas 2025. Pernyataan Menteri Hukum dan HAM bahwa pembahasannya menyangkut urusan politik menurutnya tak bisa lagi dijadikan alasan.

“Kalau Presiden Jokowi sudah mengajukan, dan Prabowo mendukung secara terbuka, maka sekarang tinggal eksekusinya. Jika tetap mandek, maka rakyat berhak curiga, siapa yang sebenarnya takut RUU ini disahkan?” pungkas Hardjuno. [asg/beq]