Geliat Koperasi Merah Putih di Kota Probolinggo, Antara Harapan dan Tantangan

Geliat Koperasi Merah Putih di Kota Probolinggo, Antara Harapan dan Tantangan

Probolinggo (beritajatim.com) – Koperasi selama ini dikenal sebagai salah satu tulang punggung ekonomi rakyat, baik di tingkat nasional maupun daerah. Dalam masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, koperasi kembali mendapatkan angin segar melalui program pembentukan 80 ribu Koperasi Merah Putih (KMP) di seluruh Indonesia, yang ditargetkan rampung pada Hari Koperasi Nasional, 12 Juli 2025.

Di Kota Probolinggo, geliat koperasi masih terasa meski tidak semua berjalan mulus. Berdasarkan data Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perdagangan dan Perindustrian (DKUPP) setempat, terdapat 234 koperasi yang terdaftar secara resmi, namun hanya 126 yang masih aktif. Sebanyak 108 lainnya telah berhenti beroperasi.

Mayoritas koperasi aktif bergerak di bidang simpan pinjam, khususnya koperasi konsumen. Beberapa lainnya berkecimpung di sektor produksi dan ritel. Dari 39 koperasi yang telah dievaluasi, 21 dinyatakan sehat dan 18 lainnya cukup sehat.

“Kami menilai koperasi dari berbagai aspek seperti tata kelola, kelembagaan, manajemen, serta penerapan manajemen risiko,” jelas Kepala DKUPP Kota Probolinggo, Fitriawati Jufri.

Sejak tahun 2020, sebanyak 49 koperasi dinyatakan bangkrut, terutama akibat dampak pandemi COVID-19. Distribusi koperasi tersebar di lima kecamatan, dengan jumlah terbesar di Kanigaran (83 unit), disusul Mayangan (68 unit), Kademangan (37 unit), Kedupok (24 unit), dan Wonoasih (22 unit). Untuk tahun buku 2023, baru 68 koperasi yang tercatat telah menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT).

Terkait rencana pembentukan KMP, Fitriawati menyambut baik program nasional ini, namun menegaskan pentingnya selektivitas dalam pendiriannya. Ia menyatakan tidak semua koperasi lama bisa serta-merta diubah menjadi KMP karena mungkin masih memiliki persoalan internal.

“Kami tidak ingin hanya merelokasi koperasi lama. Akan kami tinjau langsung ke lapangan untuk melihat potensi-potensi baru,” ujarnya.

Salah satu kawasan yang menjadi sorotan adalah pusat oleh-oleh Ketapang. Di lokasi ini, Fitriawati melihat peluang pembentukan KMP untuk menghimpun pedagang lokal agar lebih terorganisir dan kuat secara ekonomi.

Di sisi legislatif, Wakil Ketua I DPRD Kota Probolinggo, Abdul Mujib, memberikan dukungan namun juga mengingatkan adanya potensi politisasi program. Ia menolak jika KMP diarahkan ke kelompok tertentu demi kepentingan non-ekonomis.

“Program ini besar dan menjanjikan, tapi jangan sampai dikendalikan oleh kelompok berkepentingan. Apalagi ada kabar bahwa pengurus KMP diarahkan ke pihak-pihak tertentu. Ini bisa jadi ladang politik, bukan pemberdayaan,” katanya.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua II DPRD, Santi Wilujeng. Ia menegaskan bahwa koperasi harus lahir dari inisiatif masyarakat, bukan sekadar produk program top-down.

“Koperasi harus dibentuk dari semangat masyarakat, bukan karena tekanan program. Kalau tidak, anggotanya tidak akan merasa memiliki,” jelasnya.

Sementara itu, Wali Kota Probolinggo dr. Aminudin menyatakan bahwa proses pembentukan KMP sudah berjalan melalui tahapan musyawarah kelurahan (muskel). Hingga 22 Mei 2025, sudah tujuh dari 29 kelurahan yang menggelar muskel, yaitu Pohsangit Kidul, Kedupok, Jrebeng Kidul, Sumber Taman, Kanigaran, Sukoharjo, dan Ketapang.

Keberhasilan program Koperasi Merah Putih di Probolinggo akan sangat bergantung pada keterlibatan aktif masyarakat, kompetensi pengurus, serta transparansi dan komitmen pemerintah dalam implementasinya. [ada/beq]