Ngawi (beritajatim.com) – Korban rudapaksa asal Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi, bukan anak berkebutuhan khusus (ABK). Hal itu diungkapkan Kapolres Ngawi AKBP Argowiyono dalam konferensi pers di Mako Polres Ngawi, Jumat (5/7/2024).
Argo mengatakan, sejumlah pemberitaan di media menuliskan korban merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) atau penyandang disabilitas mental. Setelah dicek, korban merupaka anak yang secara fisik dan mental normal.
‘’Kami tegaskan bahwa korban ini bukan anak berkebutuhan khusus. Korban ini anak yang normal. Karena kemarin sempat viral dikabarkankalau korban ini merupakan ABK atau difabel. Namun, kami pastikan kalau korban ini anak yang normal,’’ terang Argo.
Argo juga mengungkapkan, korban saat ini tengah hamil lima bulan. Pun, korban dalam kondisi sehat dan mendapatkan pendampingan secara psikologis.
‘’Memang orang tua korban ini sudah berpisah selama beberapa tahun. Korban disetubuhi oleh pelaku sejak 2022 lalu dan saat itu kondisi orang tua korban sudah berpisah,’’ terangnya.
Karena bujuk rayu pelaku, yakni SA (69), TU (67) dan KA (59) akhirnya korban mau disetubuhi. ‘’Diimingi uang, dan nilainya bervariasi. Jadi, karena koban ini masih labil, akhirnya mau,’’ katanya.
Diketahui, Tersangka persetubuhan anak dibawah umur sampai mengakibatkan hamil lima bulan (sebelumnya ditulis empat) di Ngawi bertambah satu orang.
Kapolres Ngawi AKBP Argowiyono mengungkapkan, selain TU (67) dan SA (69) yang sudah lebih dulu ditangkap, ada KA (59) yang juga masih tetangga korban.
KA melakukan persetubuhan pada gadis SMP yang berusia 15 tahun itu di rumahnya saat sang istri tidak di rumah. Modusnya, si korban diminta datang ke rumah dengan diimingi sejumlah uang.
‘’Tersangka KA ini menyetubuhi korban sebanyak tiga kali. Kemudian, tanggal 4 Juli 2024 kemarin kami amankan di rumahnya tanpa perlawanan,’’ kata Argowiyono.
‘’Modusnya, pelaku ini mengundang korban ke rumah, dibujuk rayu dan diimingi uang. Kemudian dilakukan persetubuhan ini,’’ katanya.
Argo mengatakan, masih ada kemungkinan penambahan tersangka. Pihaknya, masih melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan penambahan tersangka.
‘’Kami mengimbau pada masyarakat agar memperhatikan anak-anak yang orang tuanya berpisah. Karena korban ini orang tuanya kan berpisah. Sehingga, tidak mendapatkan perhatian yang maksimal,’’ katanya.
‘’Kami harap, masyarakat bisa memperhatikan anak-anak seperti ini agar lebih diberitahu tentang ilmu agama,’’ terang Argo.
Pelaku dijerat pasal 81 ayat 2 Undang-UNdang nomor 17 tahun 2012 dengan ancaman 15 tahun penjara.
Diketahui, dua pria pelaku pencabulan terhadap seorang gadis SMP di Ngawi, SA (69) dan TU (67), akhirnya diringkus polisi setelah sempat melarikan diri selama dua bulan.
SA ditangkap di Kecamatan Cipayung, Kota Depok, sementara TU diamankan di rumah saudaranya di Semarang, Jawa Tengah.
Kasat Reskrim Polres Ngawi, AKP Joshua Peter Krisnawan, menjelaskan bahwa kedua pelaku ditangkap pada Minggu, 30 Juni 2024.
Penangkapan ini dilakukan setelah kakek korban yang tidak terima dengan kejadian tersebut melapor ke polisi.
“Saat ini masih kami lakukan pengembangan. Kami menduga pelaku tidak hanya kedua orang ini saja,” kata Joshua.
Akibat perbuatannya, kedua pelaku dijerat dengan Pasal 81 ayat 1 dan 2 juncto Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya mencapai 15 tahun penjara.
SA dan TU melakukan aksi bejatnya terhadap korban di sebuah rumah kosong di Desa Widodaren, Ngawi. Kejadian ini terjadi beberapa bulan lalu dan baru terbongkar setelah korban hamil empat bulan.
Korban yang ketakutan dan malu akhirnya memberanikan diri menceritakan kejadian tersebut kepada kakeknya. Kakek korban yang marah dan tidak terima kemudian melapor ke polisi.
Polisi menyita beberapa barang bukti dari kasus ini, termasuk pakaian dan karung beras yang digunakan sebagai alas saat pelaku menyetubuhi korban.
Kedua pelaku saat ini ditahan di Mapolres Ngawi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu menjaga anak-anak dari bahaya pencabulan. Orang tua perlu memberikan edukasi dan pendampingan kepada anak agar mereka berani melapor jika mengalami pelecehan seksual,” kata Joshua.
“Masyarakat juga perlu meningkatkan kewaspadaan dan melaporkan kepada pihak berwenang jika melihat adanya indikasi pencabulan terhadap anak,” pungkasnya. [fiq/beq]
