DBHCHT Buka Kran 13 Irigasi Tembakau di Blitar

DBHCHT Buka Kran 13 Irigasi Tembakau di Blitar

Blitar (beritajatim.com) – Air adalah nadi kehidupan bagi pertanian. Di lahan-lahan tembakau Kabupaten Blitar, keberadaan air mendapat dukungan nyata dari pemerintah daerah lewat pembangunan jaringan irigasi tersier (JIT) yang dibiayai dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT).

Tahun anggaran 2025 ini, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Blitar mengalokasikan dana DBHCHT untuk membangun tujuh titik JIT dan enam titik jalan usaha tani (JUT). Totalnya ada 13 titik pembangunan yang tersebar di berbagai kecamatan penghasil tembakau.

Kepala Bidang Prasarana Pertanian Matsafii menjelaskan bahwa dana untuk masing-masing titik berkisar antara Rp150 juta hingga Rp200 juta. Ia menambahkan bahwa pembangunan ini menyasar desa-desa atau kelompok tani yang memiliki komoditas tembakau sebagai syarat penggunaan anggaran DBHCHT.

“Lokasinya tersebar cukup merata. Tapi kalau ditanya daerah tembakau terbesar, ya tentu Selopuro. Kecamatan lain seperti Talun, Kademangan, Panggungrejo juga punya, meski skalanya lebih kecil,” ujar Matsafii, Kamis (22/05/2025).

Langkah pembangunan JIT ini bukan tanpa alasan. Menurut Matsafii, produktivitas tanaman tembakau sangat bergantung pada kecukupan air, terutama pada fase pertumbuhan. Sering para petani harus mengandalkan curah hujan yang tak menentu. JIT menjadi solusi untuk memastikan tanaman tidak kekurangan air.

Namun JIT tak hanya berguna untuk tembakau. Dalam praktiknya, lahan-lahan ini juga ditanami komoditas lain seperti padi atau jagung saat musim tembakau usai. Karena itu, keberadaan jaringan pengairan kecil yang langsung masuk ke sawah menjadi kebutuhan mendesak.

Matsafii menjelaskan bahwa JIT merupakan bagian dari sistem irigasi berjenjang. Di atasnya, ada jaringan sekunder dan primer yang dikelola Dinas Pekerjaan Umum. Sementara yang kecil-kecil ini, yang langsung mengairi petak sawah, menjadi tanggung jawab Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian.

Selain JIT, enam titik JUT dibangun untuk memperlancar akses petani dari dan ke lahan. Jalan ini dibutuhkan agar pengangkutan pupuk dan hasil panen berjalan lancar. Meski begitu, ia mengingatkan bahwa jalan usaha tani bukan untuk kendaraan berat.

“Spesifikasi JUT tidak seperti jalan umum. Ketebalannya hanya 15 cm. Jadi hanya bisa dilewati kendaraan roda tiga atau maksimal pick-up ringan. Kalau dipaksa dilewati truk, ya cepat rusak,” ujarnya.

Menariknya, seluruh kegiatan fisik ini dilaksanakan secara swakelola oleh kelompok tani penerima bantuan. Dana akan ditransfer ke rekening kelompok dan mereka yang bertanggung jawab atas pengerjaannya.

“Karena tidak semua kelompok paham mekanisme swakelola, maka kami sebagai dinas akan melakukan pendampingan. Tugas kami adalah mengawal agar dana bisa dicairkan dan digunakan dengan tepat,” kata Matsafii.

Untuk itu, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian telah menggelar sosialisasi. Tidak hanya terkait program DBHCHT, tetapi juga menyangkut kegiatan lain seperti dana alokasi umum (DAU).

Langkah ini diambil agar para petani tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga pelaksana yang andal. Mereka didorong untuk memahami mekanisme perencanaan, penggunaan dana, dan tanggung jawab teknis kegiatan di lapangan.

Dengan program ini, pemerintah daerah berharap produktivitas pertanian, khususnya tembakau, terus meningkat. DBHCHT yang selama ini dianggap hanya menjadi angka dalam laporan APBD, kini menjelma menjadi infrastruktur nyata di tingkat akar rumput.

Matsafii optimistis jika JIT dan JUT ini dimanfaatkan dengan baik, kesejahteraan petani Blitar akan ikut terdongkrak. “Pekerjaan kami memang di infrastruktur, tapi tujuan akhirnya adalah peningkatan hasil panen dan ekonomi petani,” katanya.

Melalui pembangunan JIT dan JUT yang dibiayai dari hasil cukai tembakau, Pemerintah Kabupaten Blitar menunjukkan bagaimana sebuah kebijakan fiskal bisa menyentuh langsung kebutuhan dasar petani: air, akses, dan kemandirian.(Owi)