Eks Pimpinan KPK Pertanyakan Pengawasan KY di Sidang Tom Lembong
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Saut Situmorang
mempertanyakan
Komisi Yudisial
(KY) dalam mengawasi jalannya sidang kasus impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
Menurut Saut, KY tidak bisa tinggal diam karena vonis 4,5 tahun penjara terhadap
Tom Lembong
sudah menjadi perbincangan publik.
“Bagaimana dengan KY, itu sudah dilaporin loh. Kalau KY enggak hadir juga di sana, dia salah besar tuh. Karena ini kasus sudah dibicarakan di mana-mana,” kata Saut dalam program
Gaspol! Kompas.com
, dikutip pada Sabtu (26/7/2025).
Saut berpandangan, bila berkaca dari jalannya sidang, Tom Lembong semestinya dibebaskan.
Sebab, menurut dia, ada banyak hal yang janggal dari kasus korupsi impor gula yang menjerat Tom Lembong.
Misalnya, ia mempersoalkan Tom Lembong diputus bersalah padahal Tom sama sekali tidak menerima keuntungan dari kebijakan impor gula yang dia teken.
Saut juga menyebutkan bahwa ada banyak menteri perdagangan yang mengambil kebijakan impor serupa, tetapi tidak diseret ke muka hukum seperti Tom Lembong.
“Kalau memang kita mau bertanya kenapa kok seperti saat itu, saya udah ngikutin betul dari awal case ini gitu. Dan saya sudah terbiasa bentuk-bentuk kayak begini. Yang menurut saya, memang Tom Lembong harus dibebaskan,” kata Saut.
Ia mengatakan, jika KY tidak turun tangan atas
vonis Tom Lembong
, hal itu semakin menunjukkan bermasalahnya hukum di Indonesia,
“Kalau KY tidak hadir memantau itu, dan mereka menganggap ini tidak sesuatu abuse of power oleh tiga orang yang logika, nalar, argumentasinya, hukumnya sama,” kata Saut.
“Gue bilang, oh iya benar rupanya. Hakim Indonesia ini memang pendidikannya memang mereka tuh jauh di bawah kalau hakim-hakim di luar negeri,” ujar dia.
Tom Lembong dihukum 4,5 tauhn penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta karena dianggap terbukti melakukan perbuatan korupsi terkait impor gula kristal mentah.
Menurut majelis hakim, kebijakan Tom Lembong mengimpor gula kristal mentah telah merugikan negara sebesar Rp 194.718.181.818,19 atau Rp 194,7 miliar.
Kerugian itu timbul akibat kemahalan harga pembelian gula kristal putih (GKP) PT PPI kepada perusahaan gula swasta yang mengimpor gula kristal mentah (GKM) atas izin Tom Lembong.
Dalam putusan tersebut, hakim juga mempertimbangkan hal-hal meringankan dalam putusan Tom Lembong.
Salah satunya, Tom Lembong tidak menikmati hasil korupsi tersebut.
“Terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan. Terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak mempersulit dalam persidangan,” ujar hakim anggota Alfis Setiawan saat membacakan pertimbangan hukum putusan
Vonis yang dijatuhkan hakim itu lantas menuai kritik dari publik dan pakar hukum.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD berpandangan, Tom semestinya tidak dihukum karena jalannya persidangan tidak menemukan niat jahat atau
mens rea
dalam perbuatan Tom Lembong.
“Untuk menghukum seseorang, selain actus reus (perbuatan pidana), masih harus ada mens rea atau niat jahat. Dalam konteks vonis Tom Lembong ini, ternyata tidak ditemukan
mens rea
atau niat jahat,” kata Mahfud, Selasa (22/7/2025).
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini juga menyinggung kebijakan impor gula yang dilakukan oleh Tom Lembong itu dilakukan atas perintah.
Dengan demikian, kebijakan yang dilakukan Tom Lembong itu berasal dari hulu yang mengalir kepadanya, untuk diteruskan lagi sampai ke hilir.
“Menurut saya, tidak ada unsur mens rea sehingga tidak bisa dipidanakan. Dalilnya ‘
geen straf zonder schuld
‘, artinya ‘tidak ada pemidanaan jika tidak ada kesalahan’. Unsur utama kesalahan itu adalah
mens rea
. Nah, di kasus Tom Lembong tidak ditemukan
mens rea
karena dia hanya melaksanakan tugas dari atas yang bersifat administratif,” kata Mahfud.
Mahfud menambahkan, vonis Tom Lembong juga mempunyai sejumlah kelemahan, misalnya tidak menunjukkan rangkaian logis tentang actus reus atau perbuatan pidana yang dilakukan Tom Lembong.
Pakar hukum tata negara ini juga menilai vonis tersebut lemah karena hakim membuat hitungan kerugian negaranya dengan cara sendiri, bukan merujuk pada perhitungan resmi yang dibuat oleh BPKP.
“Hakim juga bercanda lucu bahwa salah satu yang memberatkan Tom Lembong adalah membuat kebijakan yang kapitalistik. Tampaknya hakim tak paham bedanya ide dan norma,” ujar Mahfud.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Eks Pimpinan KPK Pertanyakan Pengawasan KY di Sidang Tom Lembong Nasional 26 Juli 2025
/data/photo/2025/07/18/687a2b7c03752.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)