Kediri (beritajatim.com) – Wali Kota Kediri, Vinanda Prameswati, resmi meluncurkan pakaian khas Kota Kediri dalam program kerja 100 hari pertamanya.
Dalam acara tersebut, baik Wali Kota maupun Wakil Wali Kota KH Qowimuddin Thoha tampil mengenakan pakaian khas itu sebagai simbol dimulainya pelestarian budaya lokal dalam bentuk busana resmi daerah.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kota Kediri, Zachri Ahmad, memaparkan tentang makna mendalam dari pakaian khas ini. Tak hanya berfungsi sebagai simbol budaya, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi lokal.
“Filosofinya pakaian khas ini adalah kita selaku pemerintah melakukan pengembangan terhadap warisan budaya tak benda. Tenun ikat ini merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang sudah ditetapkan oleh Menristekdikti Tahun 2022. Sehingga kita kembangkan,” kata Zachri.
Pemkot mengangkat ciri khas atau identitas Kota Kediri dengan warna ungu. Sebab, dalam Kidung Harsawijaya, warna ungu menjadi pilihan raja-raja Kediri pada waktu itu. Sehingga pemilihan warna ungu menjadi upaya pendekatan sejarah tersendiri.
Disi lain, berdasarkan penelitian bersama akademisi sejarah dan tim pelestari budaya, pakaian adat tersebut mengusung warna ungu sebagai warna utama yang memiliki akar historis kuat.
Inisiatif ini, imbuhnya, tak berhenti pada pelestarian semata, melainkan juga diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Produksi pakaian khas ini dilakukan sepenuhnya di Kediri, mulai dari pengadaan bahan baku, hingga proses jahit-menjahit oleh pengrajin lokal.
“Sisi lain pengembangan warisan budaya ini adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi para pengrajin. Penjahit di Kota Kediri, terus para pelaku usaha pengrajin udeng di Kediri,” imbuhnya.
“Bahan baku ini dicari di Kediri, dikerjakan oleh masyarakat Kediri. Tujuan lainnya adalah untuk memutar ekonomi ini supaya bertumbuh di Kota Kediri,” lanjutnya.
Ada dua motif tenun ikat yang digunakan dalam pakaian khas ini. Pertama motif tirto dan kedua motif telur ceplok. Hal tersebut menggambarkan unsur air dan kekayaan pola tradisional.
Zachri juga menjelaskan bentuk udeng sebagai bagian penting dari pakaian khas daerah tersebut. Ikat kepala tradisional tersebut memiliki bentuk unik berupa dua gundukan yang menggambarkan kondisi geografis Kota Kediri yang terletak di antara dua gunung besar, yaitu Kelud dan Wilis, serta dialiri oleh Sungai Brantas yang membelah kota.
Kota Kediri sendiri telah lama dikenal sebagai pusat kerajinan tenun ikat, khususnya di kawasan Bandar Kidul. Di sana, terdapat belasan perajin aktif yang menghasilkan karya tenun ikat berkualitas tinggi dan telah menembus pasar internasional. [nm/ian]
