DPR Tegaskan Penyelenggaraan Haji Furoda Tak Punya Landasan Hukum

DPR Tegaskan Penyelenggaraan Haji Furoda Tak Punya Landasan Hukum

Jakarta (beritajatim.com) – Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menegaskan bahwa penyelenggaraan haji furoda atau skema haji dengan visa non-reguler tidak memiliki landasan hukum di Indonesia. Ia menyebut sistem penyelenggaraan haji secara formal saat ini hanya mengakomodasi dua jalur, yakni haji reguler dan haji khusus.

“Dalam penyelenggaraan memang yang diatur formal hanya haji reguler dan haji khusus, tidak ada opsi ketiga atau opsi lainnya,” ujar Fikri yang juga anggota Komisi VIII DPR RI.

Fikri menjelaskan, ketiadaan regulasi menyebabkan skema haji dengan visa mujamalah atau furoda tidak memiliki payung hukum yang jelas. Akibatnya, negara tidak bisa mengambil langkah hukum atau perlindungan secara langsung terhadap jemaah haji jalur ini jika terjadi persoalan.

“Sehingga skema haji dengan visa selain haji tidak atau belum ada regulasi yang menaunginya,” tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

Dalam kondisi ini, kata Fikri, satu-satunya cara untuk melakukan advokasi terhadap jemaah haji furoda adalah melalui jalur diplomasi. Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Agama atau pihak imigrasi, hanya bisa menempuh pendekatan dialog dengan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

“Yakni dengan cara dialog atau diplomasi dengan pihak Kerajaan Arab Saudi yang punya otoritas menerbitkan visa,” katanya.

Ia menyebut diplomasi ini sangat penting, karena kewenangan penerbitan visa sepenuhnya berada di tangan otoritas Saudi. DPR, lanjut Fikri, tengah merespons kekosongan hukum ini dengan membahas revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

“Seiring dengan itu, Panitia Kerja (Panja) revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Komisi VIII DPR RI sedang membahas untuk membuka opsi haji dan umrah mandiri agar dilindungi oleh UU,” jelasnya.

Upaya normatif tersebut, menurutnya, akan membuka jalan bagi legalisasi jalur haji mandiri yang telah lama eksis namun belum diakui dalam sistem hukum Indonesia. Ini juga menyesuaikan dengan kebijakan Kerajaan Arab Saudi yang telah membuka akses visa haji dan umrah mandiri.

“Begitupun haji yang selama ini dikenal dengan nama haji furoda, KSA juga menerbitkan visa khusus. Dan selama ini belum diatur dalam UU yang ada di Indonesia,” pungkas Fikri. [hen/beq]