Jakarta –
Jenazah Juliana Marins, 24 tahun, yang meninggal dunia setelah kecelakaan saat pendakian di Gunung Rinjani, Indonesia, menjalani autopsi ulang di Instituto Médico Legal (IML) Rio de Janeiro. Prosedur ini disahkan oleh pengadilan setelah adanya permintaan dari keluarga.
Carla Abgussen, seorang dokter di Pusat Tanatologi Forensik di Kantor Pemeriksa Medis São Paulo, yang menangani kasus-kasus serupa dengan Juliana Marins menjelaskan bahwa autopsi ulang ini jarang dilakukan di negara asal ketika kematian terjadi di luar negeri.
“Ini tidak umum. Setiap kematian di luar Brasil akibat penyebab eksternal harus menjalani pemeriksaan post-mortem, tetapi autopsi kedua tidak umum dilakukan,” ujar Carla Abgussen, PhD dari Pusat Thanatologi Forensik di IML São Paulo kepada CNN Brasil dikutip Sabtu (12/7/2025).
Carla juga menekankan bahwa, meskipun ada pedoman internasional untuk kasus-kasus tertentu untuk autopsi, setiap negara memiliki protokolnya sendiri.
“Ada standar, tetapi setiap negara memiliki protokolnya sendiri. Terdapat pedoman internasional untuk beberapa kasus spesifik, tetapi setiap negara mengembangkan protokolnya sendiri,” ujarnya.
Autopsi Baru Juliana Marins dan Keterbatasannya
Pemeriksaan awal yang dilakukan di Indonesia dan menunjukkan trauma toraks dengan perdarahan internal sebagai penyebab kematian, selain tidak adanya tanda-tanda nekrosis pada ekstremitas, sehingga menyingkirkan kemungkinan hipotermia.
Sementara itu autopsi baru dilakukan sekitar delapan hari setelah jenazah perempuan muda itu ditemukan. Autopsi pertama bahkan tidak menunjukkan tanggal pasti kematian. Oleh karena itu, waktu kematian dapat menyulitkan untuk mendapatkan hasil yang konklusif tentang penyebab pasti kematian.
CNN Brasil berbicara dengan pemeriksa medis dan ahli forensik Caroline Daitx, yang menunjukkan kemungkinan keterbatasan teknis yang mungkin dihadapi oleh autopsi baru.
“Autopsi pertama telah memanipulasi organ-organ secara internal, sehingga mustahil, misalnya, untuk memperkirakan volume darah yang hilang, sesuatu yang dapat menjadi krusial untuk lebih memahami dinamika kematian,” jelas Daitx, mengingat bahwa jenazah tersebut dibalsem, yang mengubah jaringan dan membuat pemeriksaan lebih lanjut menjadi mustahil.
Dia juga menyoroti keterbatasan teknis autopsi kedua, yang mungkin tidak menawarkan rekonstruksi kematian yang terperinci, karena, selain intervensi pembalseman, prosedur invasif pada otopsi pertama mengubah susunan anatomi asli tubuh.
Halaman 2 dari 2
Simak Video “Video: Hasil Autopsi Penyebab Kematian Juliana Marins”
[Gambas:Video 20detik]
(kna/elk)
