KPK Sita Uang Rp 10 Miliar Terkait Korupsi Pengadaan Mesin EDC
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) menyita uang sebesar Rp 10 miliar terkait kasus dugaan korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di salah satu bank milik negara (BUMN).
Penyitaan tersebut dilakukan KPK saat memeriksa sejumlah saksi terkait perkara tersebut pada awal pekan Juli 2025.
“Pada Senin dan Selasa kemarin, penyidik juga menyita uang sejumlah Rp 10 miliar di rekening para pihak tersebut,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Rabu (9/7/2025).
Budi mengatakan, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi pada awal pekan ini untuk melacak pihak-pihak yang diduga ikut menikmati aliran uang dari
korupsi pengadaan mesin EDC
tersebut.
“Benar, pada awal pekan ini telah dilakukan pemeriksaan kepada para saksi untuk didalami keterangannya, guna membantu penyidik dalam melacak pihak-pihak yang diduga berperan dan menerima aliran uang dari dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan mesin EDC,” ujar dia.
KPK mengatakan, penyitaan tersebut sekaligus sebagai langkah awal asset recovery atas dugaan tindak pidana korupsi dalam program digitalisasi yang mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp 700 miliar tersebut.
Diketahui, KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi proyek pengadaan EDC pada salah satu
bank BUMN
dengan nilai kerugian ditaksir mencapai Rp 700 miliar.
“Dalam perkara dengan tempus 2020-2024, dengan nilai anggaran pengadaan sejumlah Rp 2,1 triliun, hitungan dari tim penyidik diduga total kerugian negaranya mencapai sekitar Rp 700 miliar, atau sekitar 30 persen dari nilai anggaran dalam pengadaan mesin EDC tersebut,” kata Budi, Selasa (1/7/2025).
KPK juga sudah menggeledah kantor pusat bank tersebut yang terletak di kawasan Gatot Subroto dan Sudirman, Jakarta, Kamis (26/6/2025) lalu.
Meski telah masuk tahap penyidikan, KPK belum menetapkan tersangka dalam perkara ini.
Budi menyebut penyidikan masih bersifat umum (sprindik umum), dan lembaganya masih mendalami keterlibatan sejumlah pihak.
Sementara itu, Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi menegaskan pihaknya menghormati proses penggeledahan oleh KPK.
BRI mengaku akan kooperatif terhadap proses penegakan hukum yang berjalan.
“Kami (PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk) menghormati langkah penegak hukum, dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya menegakkan hukum dan memberantas korupsi,” ujar Agustya dalam keterangannya kepada
Kompas.com
, Kamis.
“Sebagai perusahaan BUMN, maka kami akan selalu comply (mematuhi regulasi) yang ditetapkan oleh pemerintah dan regulator dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance),” tambahnya.
Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa BRI mendukung penuh penegakan hukum dan memastikan akan selalu terbuka untuk bekerja sama dengan KPK.
Ia juga memastikan seluruh kegiatan yang dilakukan sumber daya manusia (SDM) BRI sudah sesuai standar operasional perusahaan serta peraturan perundangan yang berlaku.
“Kami juga telah melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan tata kelola perusahaan, serta memitigasi risiko penyimpangan di masa mendatang,” tutur Agustya.
“Atas kejadian ini kami pastikan bahwa proses penegakan hukum yang dijalankan KPK tersebut tidak berdampak terhadap operasional dan layanan BRI, sehingga nasabah tetap dapat bertransaksi secara normal dengan nyaman dan aman,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
KPK Sita Uang Rp 10 Miliar Terkait Korupsi Pengadaan Mesin EDC
/data/photo/2025/07/01/68636c9140045.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)