Jakarta –
Jutaan orang tak bisa memiliki jumlah anak yang mereka inginkan, tapi bukan karena tak ingin menjadi orang tua. Kondisi tersebut dipicu oleh sejumlah faktor dan terungkap melalui hasil survei Situasi Kependudukan Dunia (SWP) 2025 yang berjudul “Krisis fertilitas sesungguhnya: membangun kekuatan individu untuk mengambil keputusan reproduksi di dunia yang terus berubah.”.
Survei ini dilakukan oleh United Nations Population Fund (UNFPA) dan YouGov dengan 14 ribu partisipan di 14 negara, yang menjadi tempat tinggal dari lebih sepertiga penduduk global, termasuk Indonesia. Hasilnya, ditemukan satu dari lima orang secara global diperkirakan tak akan memiliki jumlah anak yang mereka inginkan.
Pemicu utamanya adalah biaya membesarkan anak yang tinggi, ketidakstabilan pekerjaan, perumahan, kekhawatiran tentang situasi dunia, dan tidak adanya pasangan yang sesuai. Gabungan antara ketidakstabilan ekonomi dan norma yang mendiskriminasi gender berperan dalam permasalah ini, menurut laporan SWP ini.
Sementara itu, di Indonesia, 17 persen partisipan percaya bahwa mereka akan memiliki lebih sedikit daripada yang mereka inginkan. Sementara 6 persen percaya mereka akan memiliki lebih banyak anak.
“Krisis fertilitas sesungguhnya bukanlah soal orang yang tidak ingin punya anak, melainkan banyak yang ingin punya anak tapi tidak mampu. Laporan ini menemukan bahwa lebih dari 70 persen orang di Indonesia ingin punya dua anak atau lebih,” kata Hassan Mohtashami, UNFPA Indonesia Representative pada press briefing SWP 2025 di Jakarta hari ini (03/07/2025).
Adapun alasan warga Indonesia yang memilih untuk memiliki lebih sedikit anak antara lain keterbatasan finansial (39 persen), keterbatasan perumahan (22 persen) dan ketidakamanan pekerjaan atau pengangguran (20 persen).
“Untuk meresponsnya, kita harus merespons pada apa yang dibutuhkan individu dalam membuat pilihan fertilitas mereka, seperti cuti melahirkan, layanan fertilitas yang terjangkau, dan lingkungan yang mendukung.”
Tak hanya itu, di Indonesia sekitar 14 persen partisipan menyebutkan kekhawatiran tentang situasi politik atau sosial. Sementara 9 persen menyebutkan perubahan iklim sebagai hambatan untuk memiliki anak.
“Lebih dari 1.000 orang di Indonesia diwawancarai dan Indonesia menjadi bagian dari survei ini,” tuturnya.
“Yang kita hadapi bukanlah bahwa orang-orang tidak menginginkan lebih banyak anak. Masalahnya adalah bahwa orang-orang tidak mampu menciptakan keluarga yang mereka inginkan,” lanjutnya.
(suc/kna)
