Surabaya (beritajatim.com) – Sidang lanjutan Gugatan Sederhana (GS) yang dimohonkan PT. Sapta Permata di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali diwarnai aksi protes. Dr Johan Widjaja, SH., MH sebagai kuasa hukum PT. Dove Chemcos Indonesia menilai hakim tidak konsisten dan tidak tegas.
Protes keras yang terjadi di ruang sidang Kartika 1 ini terjadi karena Yenny Widya Tjoa yang menjabat sebagai Direktur Utama PT. Sapta Permata tidak menghadiri persidangan.
Meski Branch Manager PT. Sapta Permata Surabaya ini telah mendapat kuasa dari Yenny, namun kuasa hukum PT. Dove Chemcos Indonesia tetap bersikukuh bahwa kehadiran Yenny Widya Tjoa sangat diperlukan.
Di dalam persidangan, Dr. Johan Widjaja, SH.,MH mengatakan bahwa gugatan sederhana yang diajukan PT. Sapta Permata ini didaftarkan atas nama Yenny Widya Tjoa.
“Kami tetap keberatan meskipun PT. Sapta Permata sudah menunjuk dan memberi kuasa kepada seseorang untuk menghadiri persidangan ini,” ujar Johan.
Kata Johan, peran Kuasa Hukum hanya mendampingi, bukan mewakili dalam perkara gugatan sederhana.
Menanggapi keberatan kuasa hukum PT. Dove Chemcos Indonesia ini, Hakim Dr. Nurnaningsih Amriani, SH., MH yang memeriksa dan memutus perkara ini mempersilahkan jika ada pihak-pihak yang keberatan.
“Jika tergugat keberatan dan penggugat juga mengajukan keberatan, silahkan saja. Nanti biarlah hakim yang mempertimbangkan keberatan kedua belah pihak,” kata Hakim Nurnaningsih Amriani.
Hakim Nurnaningsih juga mengatakan bahw penggugat sudah memberikan kuasa kepada seseorang untuk mewakili Direktur supaya menghadiri persidangan ini.
Masih menurut Hakim Nurnaningsih, hal itu akan berbeda jika dalam persidangan ini PT. Sapta Permata sebagai penggugat tidak dihadiri siapapun untuk mengikuti persidangan ini.
Dr. Sudiman Sidabukke, S.H., CN., M.Hum selaku kuasa hukum PT. Sapta Permata sebagi penggugat memberi tanggapan atas keberatan yang diajukan kuasa hukum PT. Dove Chemcos Indonesia.
Lebih lanjut Sudiman mengatakan, pengadilan wajib menerima yang didaftarkan para pihak. Apapun produknya, biarkan majelis hakim yang memutuskan. Jika kuasa hukum tergugat keberatan, pihak kuasa hukum penggugat juga keberatan.
“Tergugat melalui kuasanya tidak bisa mengatakan bahwa persidangan ini tidak bisa dilanjutkan. Beri kewenangan kepada hakim. Itu hukum acara yang benar,” papar Sudiman.
Usai mendengarkan penjelasan dari kuasa hukum PT. Sapta Permata, hakim Nurnaningsih Amriani kembali melanjutkan persidangan.
Ditemui usai persidangan, Dr. Johan Widjaja, SH., MH mengatakan bahwa hakim Nurnaningsih Amriani tidak konsisten dengan apa yang telah ia ucapkan pada persidangan sebelumnya, Senin (5/8/2024).
“Hakim Nurnaningsih Amriani pada persidangan sebelumnya secara tegas menegur dan memperingatkan PT. Sapta Permata melalui kuasa hukumnya supaya mendatangkan Yenny Widya Tjoa yang menjabat sebagai Direktur Utama PT. Sapta Permata,” kata Johan.
Dan dalam penjelasannya pada persidangan sebelumnya, lanjut Johan, kuasa hukum penggugat PT. Sapta Permata harus mencabut perkara ini jika Direktur Utama PT. Sapta Permata tak juga datang pada persidangan selanjutnya, yaitu hari ini.
“Yang terjadi, hakim Nurnaningsih Amriani tetap menjalankan persidangan ini walaupun Direktur Utama PT. Sapta Permata tidak datang,” ungkap Johan.
Selain memberikan tanggapan atas ketidak hadiran Yenny Widya Tjoa yang menjabat sebagai Direktur Utama PT. Sapta Permata, Johan Widjaja juga memaparkan bukti-bukti yang diajukan pada persidangan ini, walaupun di akhir persidangan, bukti-bukti itu ditarik dan akan diajukan kembali pada persidangan selanjutnya itu seperti screen shoot video yang memperlihatkan adanya endapan dan gumpalan.
“Ada pernyataan juga dari laboratorium yang menyatakan tentang adanya endapan dan gumpalan bahan kimia yang kami beli dari PT. Sapta Permata,” papar Johan.
Laboratorium juga menjelaskan, sambung Johan, bahan kimia yang ada endapan dan gumpalan itu telah rusak sehingga tidak bisa lagi dipergunakan.
“Dari pernyataan laboratorium itu dapat dikatakan bahwa PT. Sapta Permata yang dalam perkara ini sebagai penggugat, telah menjual barang rusak dan tidak bisa lagi kami pergunakan untuk produksi,” papar Johan.
Waktu PT. Dove Chemcos Indonesia mengajukan klaim atau keberatan, sambung Johan, tak juga mendapat respon.
Johan juga mempertanyakan sikap PT. Sapta Permata yang meminta supaya bahan kimia yang telah rusak karena ada endapan dan gumpalan tersebut supaya dikembalikan atau diretur setelah 195 hari pasca ada pemberitahuan dari PT. Dove Chemcos Indonesia.
“Bahan kimia itu telah kami buang sekitar Februari 2023 karena dikhawatirkan akan menyebabkan pencemaran lingkungan dan berpotensi menyebabkan penyakit, karena bahan kimia itu sudah rusak dan sebelumnya kami simpan digudang,” kata Johan. [uci/but]
