Jember (beritajatim.com) – Muhammad Khozin, anggota DPR RI Komisi II dari Daerah Pemilihan Jember dan Lumajang kesal karena rakyat selalu kalah dalam sengketa tanah melawan negara dan swasta.
Kekesalannya ini diungkapkan dalam cara sosialisasi program strategis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, do Hotel Royal, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu (11/6/2025).
“Di Jember, masih banyak ditemukan daerah yang sampai detik ini sudah puluhan tahun bersengketa dengan negara, baik itu negara dalam hal ini BUMN (Badan Usaha Milik Negara) atau dengan swasta,” kata Khozin.
“Dan rumusnya secara empiris ketika masyarakat berhadapan dengan institusi negara, bukan seratus persen lagi, seribu persen pasti masyarakat selalu dikalahkan,” kata Khozin.
Khozin menilai ini kondisi yang ironis, jika melihat kembali Pasal 33 Undang-Undang 1945. “Di sana termaktub jelas bahwa tanah, air, dan seluruh kekayaan yang ada di dalamnya dimiliki oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Secara yuridis seperti itu,” katanya.
“Tapi fakta empiris di lapangan, banyak terjadi disparitas antara yang seharusnya dan kenyataannya. Seharusnya pemilik atau saham tunggal kekayaan alam ini adalah masyarakat yang didelegasikan pengelolaannya kepada pemerintah,” kata Khozin.
Khozin meyakini, redistribusi lahan harus berasas keadilan dan kepastian. “Namun saat ini, banyak masyarakat yang masih terpinggirkan dirugikan dalam persoalan agraria,” kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Ini kemudian yang membuat Komisi II bermitra dengan Kementerian ATR/BPN untuk melakukan mitigasi melalui pemetaan permasalahan di lapangan.
Salah satu permasalahan adalah tidak sesuainya luas lahan milik BUMN dalam hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB) dengan kenyataan sesungguhnya. Khozin mencontohkan penguasaan lahan perusahaan perkebunan.
“Dia memiliki HGU atau HGB dalam konsesinya, misalkan, tiga ribu hektare, tapi existing di lapangan bisa sampai 10 ribu hektare. Masyarakat banyak dirugikan untuk hal itu, tapi ketika mau melakukan cross check data HGU, enggak dibuka sampai detik ini. Data HGU tertutup sampai sekarang. Inilah kemudian yang menjadi kritik keras saya,” kata Khozin.
Kondisi ini membuat masyarakat susah menggugat. “Dia tidak tahu ini izinnya di mana saja dan itu selalu tertutup. Itu modus operandi pertama. Yang kedua, ketika masyarakat melakukan protes, Brimob yang turun,” kata mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ini. [wir]
