Sebanyak 5 Ribu Warga Magetan Tergolong Miskin Ekstrem

Sebanyak 5 Ribu Warga Magetan Tergolong Miskin Ekstrem

Magetan (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Magetan melalui Dinas Sosial terus memperkuat verifikasi dan validasi data kemiskinan ekstrem. Kepala Dinas Sosial Magetan, Parminto Budi Utomo, mengungkapkan bahwa data awal dari P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem) yang bersumber dari BKKBN menunjukkan sekitar 16.000 warga masuk kategori tersebut pada tahun 2023 lalu. Namun, setelah diverifikasi di tingkat desa dan kelurahan, jumlahnya berkurang secara signifikan.

“Sebenarnya di 2024 sempat di Kementerian Menko Pembangunan Manusia itu kan menyampaikan tapi enggak dirilis ya. Ada Jawa Timur itu ada lima kabupaten kalau enggak salah yang P3KE-nya nol gitu ya. 2024 ya. Tapi kami pun tidak menerima surat, tidak menerima rilis resmi dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia itu. Cuma ya akhirnya bersama Bappeda ya kami verifikasi lagi, hingga ternyata data riil 5.800 sekian itu,” ujar Parminto.

Dari proses tersebut, Dinas Sosial bersama perangkat daerah lainnya menyandingkan data dengan DTKS dan hasil musyawarah desa. “Jadi 5.800 sekian menjadi 5.100 sekian. Jadi, sudah ada pengurangan ini,” katanya.

Upaya pengentasan kemiskinan ekstrem menurutnya tidak dapat dilakukan Dinas Sosial sendiri, tetapi melibatkan berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Dinas Koperasi, Dinas Perdagangan, serta Dinas Peternakan.

“Misalkan yang bersangkutan masuk KE sudah mendapatkan PKH misalkan tapi punya embrio usaha itu nanti bisa kami tautkan dengan Dinas Koperasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan atau mungkin juga punya usaha UMKM ternak misalkan ya, kami komunikasikan dengan Dinas Perternakan,” ujarnya.

Menurut Parminto, selain bansos reguler seperti PKH dan sembako, pihaknya juga menyalurkan bantuan berupa alat budidaya, alat mobilitas bagi lansia, serta perlengkapan rumah terapi. Semua bantuan disesuaikan dengan kemampuan anggaran daerah.

Ia juga menyinggung soal indikator penerima bantuan, terutama terkait jaminan kesehatan. “Kalau jaminan kesehatan yang minimal itu dihapus berarti yang bersangkutan dianggap mampu. Yang ini tentunya nanti di masyarakat akan terkejut ya yang dulunya terima jadi enggak terima.”

Untuk penetapan kemiskinan ekstrem, acuan utamanya berasal dari data P3KE dan Peraturan Bupati, dengan indikator utama adalah pengeluaran di bawah garis kemiskinan, sekitar Rp400.000 sampai Rp500.000 per kapita per bulan.

“Jadi garis kemiskinan itu pengeluaran per jiwa maksimal Rp400.000. Kalau anggota keluarga ada lima ya tinggal dikalikan aja. Nah, kalau keluarga itu sudah sudah berperahasilan UMR ya dia sudah di atas garis minimum. Karena sudah di atas garis itu tadi Rp400.000 per kapita per bulan,” jelasnya. [fiq/ian]