Bojonegoro Didorong Perkuat Pembangunan Ekologis dan Transisi Energi Bersih

Bojonegoro Didorong Perkuat Pembangunan Ekologis dan Transisi Energi Bersih

Bojonegoro (beritajatim.com) – Kerusakan lingkungan dan krisis iklim yang dampaknya semakin nyata mendorong pentingnya perubahan arah pembangunan daerah yang lebih ekologis dan berkelanjutan. Bojonegoro Institute menilai Pemerintah Kabupaten Bojonegoro perlu memperkuat integrasi isu pembangunan lingkungan dan transisi energi bersih ke dalam perencanaan strategis masing-masing Perangkat Daerah (PD).

Direktur Bojonegoro Institute, AW Syaiful Huda, mengungkapkan bahwa perubahan iklim dan degradasi lingkungan hidup bukan lagi ancaman masa depan, melainkan kondisi yang telah dirasakan. Ia menegaskan bahwa Bojonegoro merupakan salah satu wilayah di Jawa Timur yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.

“Kita menghadapi peningkatan suhu, banjir bandang, krisis air hingga kekeringan. Ini harus dijawab dengan perencanaan yang transformatif, khususnya di level OPD,” ujarnya, Selasa (11/6/2025).

Berdasarkan data Global Forest Watch, sepanjang tahun 2001 hingga 2024, Kabupaten Bojonegoro telah kehilangan sekitar 5.080 hektare tutupan pohon. Capaian ini menempatkan Bojonegoro sebagai daerah dengan tingkat deforestasi tertinggi kelima di Jawa Timur. Dampaknya mulai terlihat jelas pada 2023, di mana jumlah desa yang terdampak kekeringan melonjak tajam menjadi 109 desa, dari sebelumnya hanya 50 desa pada 2022.

“Lingkungan rusak berdampak langsung pada masyarakat. Kita tahu sekitar 61 persen rumah tangga di Bojonegoro menggantungkan hidup dari pertanian dan peternakan,” imbuh Huda.

Sebagai daerah penghasil migas terbesar di Indonesia, Bojonegoro menyumbang seperempat dari total produksi minyak nasional. Sekitar 50 hingga 60 persen pendapatan daerah bersumber dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas. Namun, dominasi sektor ini juga menjadikan Bojonegoro sebagai kontributor signifikan terhadap emisi karbon di tingkat nasional.

“Ini menjadi ironi. Maka Bojonegoro secara moral dan strategis berkewajiban membelanjakan sebagian pendapatan migas untuk memperkuat agenda pembangunan lingkungan dan transisi energi baru terbarukan (EBT),” tegas Huda.

Sebagai bentuk komitmen awal, Bupati Bojonegoro telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 100.3.4.2/721/412.302/2025 tentang implementasi kebijakan berorientasi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs). Surat edaran ini berisi 12 himbauan praktis yang meliputi pelarangan penggunaan botol plastik, digitalisasi dokumen, efisiensi energi, penyediaan fasilitas ramah disabilitas, pembangunan vertical garden, hingga penyediaan pojok komposting di kantor-kantor pemerintahan.

“Dalam penerapan SE tersebut, secara berkala kami akan melakukan evaluasi terhadap masing-masing OPD yang sudah menjalankan surat edaran tersebut,” ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Achmad Gunawan.

Pemerintah Kabupaten Bojonegoro juga mencantumkan visi lingkungan lestari dalam draf Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029, yakni “Membangun Lingkungan yang Lestari dan Mengembangkan Transisi Energi Baru dan Terbarukan”. Namun, menurut AW Syaiful Huda, visi ini harus dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk kebijakan nyata dan terukur di setiap Perangkat Daerah. [lus/beq]