Tidak Jadikan WNI Sebagai Sasaran, 10 WNA Jaringan Scamming Segera Dideportasi

Tidak Jadikan WNI Sebagai Sasaran, 10 WNA Jaringan Scamming Segera Dideportasi

Surabaya (beritajatim.com) – Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan, 10 Warga Negara Asing (WNA) yang tertangkap Polrestabes Surabaya karena terlibat jaringan scamming tidak akan dihukum di Indonesia. Hal itu dilakukan karena jaringan scamming itu tidak menjadikan Warga Negara Indonesia (WNI) sebagai korban.

Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Aris Purwanto mengatakan, jaringan yang digerebek pada Jumat (20/09/2024) kemarin itu telah beraksi dari Maret 2023. Dalam kurun waktu tersebut, 10 WNA asing hanya menyasar korban yang berada di China.

“Korban sampai saat ini semua warga negara Cina. Sampai sekarang belum dapat laporan korban yang ada di Indonesia. Kami koordinasikan dengan imigrasi,” katanya, Rabu (25/09/2024).

Sementara itu, I Gusti Bagus Kepala Kantor Imigrasi Klas I Tanjung Perak mengatakan pihaknya sudah memeriksa semua tersangka yang diamankan Polrestabes Surabaya. Hasilnya, hanya 1 WNA yang mengantongi visa pariwisata.

“Dari 10 WNA, sembilan tidak bisa menunjukan pasport, dan satu bisa. Kita cek izin tinggalnya dan didapati menyalahi aturan imigrasi,” kata Gusti.

Langkah untuk mendeportasi 10 WNA asing itu kembali lantaran perilakunya sudah membahayakan keamanan negara. Sampai saat ini, pihak imigrasi terus melakukan pemeriksaan sambil berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memulangkan ke 10 WNA.

“Nanti kami periksa lebih lanjut, dan WNA ini pasti akan dipulangkan ke negaranya masing-masing, sambil menunggu proses berlangsung,” pungkasnya.

Sebelumnya, Polisi membongkar modus scamming 10 WNA yang diamankan di Surabaya. Diketahui, 9 Warga Negara Asing (WNA) asal China dan 1 asal Vietnam diamankan Polrestabes Surabaya, Jumat (20/09/2024) malam.

Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Aris Purwanto mengatakan terdapat 3 modus yang digunakan oleh para WNA itu untuk melancarkan aksinya. Modus pertama adalah memperjualbelikan barang secara online namun tidak dikirim, love scam, dan pemerasan terhadap pejabat negara di China.

Untuk modus jual beli barang secara online, para tersangka mencari korbannya secara acak di aplikasi TikTok. Dengan iming-iming harga murah dan berbagai tipu daya, para tersangka mendapatkan keuntungan jika korbannya mentransfer sejumlah uang.

“Modus kedua love scamming, jadi perempuan masuk ke WeChat lalu add friend ke calon korban. Setelah dapat ID WeChat korban, lalu disitu melakukan phone sex (Video Call Sex) dan memeras korban,” kata Aris, Selasa (24/09/2024).

Dalam melakukan pemerasan terhadap pejabat di China, para tersangka berpura-pura sebagai aparat penegak hukum atau organisasi anti korupsi. Para tersangka menakut-nakuti pejabat di China dan meminta uang. [ang/suf]