Jakarta –
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengadakan pertemuan dengan Pharmaceutical Security Institute (PSI), membahas langkah-langkah konkret dalam memerangi obat palsu. Kolaborasi ini diharapkan dapat membantu memperkuat regulasi pengawasan obat di Tanah Air.
PSI, yang berbasis di Vienna, Virginia, Amerika Serikat, merupakan asosiasi perusahaan farmasi global yang didirikan pada 2002 di Washington, D.C dengan tujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat dari ancaman obat palsu dan ilegal. PSI telah bekerja sama dengan lebih dari 40 produsen farmasi di seluruh dunia.
Di tahun 2023, PSI telah mencatat lebih dari 6.800 insiden kejahatan di bidang farmasi. Hal ini menunjukkan betapa signifikan ancaman obat palsu bagi kesehatan global.
Kepala BPOM Taruna Ikrar menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen untuk terus meningkatkan pengawasan dan memastikan produk farmasi yang beredar di pasaran aman dan berkualitas.
“Kami sangat menghargai kesempatan untuk berdiskusi dengan PSI, dan berharap kerja sama ini dapat membantu memperkuat regulasi dan proses pengawasan kami dalam menangani masalah terkait obat palsu,” ungkap Taruna Ikrar dalam keterangannya dikutip Selasa (6/5/2025).
Salah satu poin utama dalam pertemuan tersebut adalah rencana kolaborasi dalam bentuk webinar yang akan diadakan pada Mei 2025. Webinar ini direncanakan untuk meningkatkan kapasitas pegawai BPOM dalam menangani kejahatan di bidang farmasi dan mengedukasi publik tentang bahaya obat palsu.
Diskusi tersebut akan membahas tren terbaru dalam kejahatan di bidang farmasi, serta teknik untuk mengidentifikasi obat palsu di pasar. Sebelumnya BPOM telah menerima undangan tawaran pelaksanaan webinar ini dari Regional Director Asia Pacific PSI Ramesh Raj Kishore.
“Kami siap untuk menyelenggarakan webinar dan bekerja sama dalam penyusunan MoU BPOM-PSI,” ungkap CEO PSI Todd Ratcliffe. Ia menambahkan bahwa inisiatif ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat kolaborasi antara PSI dan BPOM.
Taruna Ikrar juga menambahkan bahwa kerja sama internasional dengan PSI sangat penting untuk membangun sistem peringatan dini dan meningkatkan kapasitas petugas pengawasan di Indonesia.
“Dengan berbagi intelijen dan pengalaman, kami yakin dapat memperkuat pengawasan serta menjaga kualitas dan keamanan obat yang beredar di masyarakat,” ujar Ikrar.
(kna/up)
