Surabaya (beritajatim.com) – Penggeledahan rumah Ketua DPD RI periode 2019–2024, La Nyalla Mattalitti, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Surabaya pada Selasa (15/4/2025) menuai kritik tajam dari kalangan masyarakat sipil.
Langkah hukum yang dilakukan dalam rangka penyidikan kasus dugaan korupsi dana hibah Pemprov Jawa Timur itu dinilai harus dijalankan dengan sangat hati-hati dan transparan.
Pengamat hukum dan pembangunan nasional, Hardjuno Wiwoho, menegaskan pentingnya KPK untuk membuka informasi kepada publik secara jelas.
Dia menyampaikan kekhawatiran bahwa tindakan hukum terhadap tokoh publik seperti La Nyalla dapat menimbulkan tafsir liar bila tidak diimbangi dengan keterbukaan.
“Jangan sampai penegakan hukum digunakan sebagai alat kepentingan politik praktis oleh pihak-pihak tertentu,” ujar Hardjuno di Surabaya, Kamis (17/3/2025).
Menurut Hardjuno, meski dia mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi, namun KPK harus menjaga prinsip keadilan sejak awal proses. Terlebih lagi, dokumen resmi menunjukkan bahwa dalam penggeledahan di rumah La Nyalla, tidak ditemukan barang bukti terkait perkara.
“Apalagi ternyata dalam penggeledahan kan tidak ditemukan apa-apa terkait kasus. Dokumen berita acara penggeledahan yang diperoleh menyatakan bahwa tidak ditemukan barang, dokumen, atau apa pun yang diduga terkait perkara dimaksud,” ungkapnya.
Hardjuno, yang juga kandidat doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair), menilai bahwa ketokohan La Nyalla di tingkat nasional patut dijadikan pertimbangan dalam konteks penghormatan terhadap hak asasi dan perlindungan hukum.
Dia menyebut bahwa La Nyalla selama ini dikenal sebagai sosok yang konsisten membela hak-hak masyarakat kecil dan vokal terhadap isu-isu oligarki serta ketimpangan politik.
“Bahkan publik bisa menduga-duga bahwa La Nyalla menjadi sasaran karena keberaniannya, sikap vokalnya di ruang publik selama ini mengusik kepentingan oligarki bisnis dan politik,” tandas Hardjuno.
Dia menambahkan bahwa perjuangan La Nyalla membela kelompok rentan seperti petani dan nelayan serta perannya dalam memperkuat daerah melalui DPD RI adalah modal demokrasi yang layak dilindungi, bukan dicurigai tanpa dasar kuat.
“Saya berharap bisa terus yakin bahwa KPK profesional. Karenanya publik juga berhak tahu apa dasar penggeledahan itu. Prinsip keadilan harus dijaga, tidak hanya dalam putusan, tapi juga sejak proses awal,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, KPK belum memberikan keterangan rinci terkait hasil penggeledahan maupun posisi hukum La Nyalla dalam kasus hibah Jatim. [asg/ian]
