Ngawi (beritajatim.com) – Puluhan tenaga kesehatan (naker) honorer di Ngawi mengaku tak bisa mendaftar untuk rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Mereka pun wadul ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ngawi, Senin (13/01/2025). Puluhan nakes ini mewakili sekitar 700 nakes yang sudah lama mengabdi dan ingin mendaftar sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Ketua DPRD Ngawi, Yuwono Kartiko, memberikan pernyataan terkait perjuangan para tenaga honorer kesehatan (nakes) di Kabupaten Ngawi. Dalam pertemuan dengan Forum Honorer Nakes Ngawi, Yuwono menjelaskan progres perjuangan para tenaga honorer agar dapat mendaftar dalam aplikasi yang disediakan oleh Kementerian Pendayagunaan Apratur Negara dan Reformasi Birokrasi, rekrutmen tenaga teknis dan administrasi.
Menurut Yuwono, pihak eksekutif di Ngawi telah memberikan rekomendasi kepada para tenaga honorer untuk langsung menyampaikan aspirasi mereka ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) di Jakarta. “Aplikasi ini adalah domain kementerian, sehingga langkah teman-teman honorer untuk menyampaikan aspirasi ke pusat adalah tepat,” ujarnya.
Namun, Yuwono juga menegaskan bahwa perjuangan ini harus tetap mengikuti regulasi yang ada. “Kami mendukung apa yang diperjuangkan oleh teman-teman honorer, tetapi jangan sampai ada pelanggaran aturan. Ini penting agar perjuangan ini tidak merugikan pihak lain,” tambahnya.
Ia juga meluruskan miskomunikasi antara Komisi 1 DPRD dan eksekutif terkait pembuatan rekomendasi perjalanan ke Jakarta. “Sebenarnya, rekomendasi sudah dikeluarkan oleh Pemkab Ngawi, jadi tidak perlu ada pengantar tambahan dari Komisi 1,” katanya.
Di sisi lain, Tatik Sri Wulandari, advokat dari Forum Honorer Nakes Ngawi, menambahkan bahwa saat ini ada hampir 700 tenaga honorer yang tengah memperjuangkan nasib mereka. Beberapa di antaranya telah bekerja selama lebih dari 10 tahun, sementara yang lain mendekati masa pensiun.
“Kawan-kawan ini ingin solusi terkait status mereka. Permasalahan utamanya adalah ketidaksesuaian data di sistem dan berkas yang tidak bisa diterbitkan pemerintah daerah karena terkendala kewenangan,” jelas Tatik.
Langkah berikutnya, menurut Tatik, adalah keberangkatan para tenaga honorer ke Jakarta untuk menyampaikan langsung persoalan mereka kepada Kemenpan-RB. “Kami berharap ada terobosan yang dapat mengakomodir semua tenaga honorer, sehingga mereka mendapatkan kejelasan status,” ujarnya. [fiq/kun]
