Bondowoso (beritajatim.com) – Kabupaten Bondowoso akan menggelar Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak pada tahun 2025. Dalam rangka efisiensi anggaran, berbagai langkah tengah dipertimbangkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso, salah satunya adalah pemusatan tempat pemungutan suara (TPS) hanya di kantor desa, sebagaimana yang diterapkan sebelum pandemi Covid-19.
Ketua DPRD Kabupaten Bondowoso, H. Ahmad Dhafir, mengungkapkan wacana tersebut dalam keterangannya kepada beritajatim.com pada Rabu (29/1/2025).
Diketahui, anggaran untuk pelaksanaan Pilkades serentak tahun ini mencapai Rp2,1 miliar. Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto terus mendorong kebijakan efisiensi anggaran dalam berbagai aspek pemerintahan.
“Bagaimana kemudian juga anggaran Pilkades dilakukan efisiensi,” kata H. Ahmad Dhafir saat ditemui di Wisma Ketua DPRD Bondowoso.
Sebelumnya, pendirian banyak TPS dalam pemilihan kepala desa diterapkan saat pandemi Covid-19 guna mendukung kebijakan jaga jarak untuk mencegah penularan virus. Namun, di periode-periode sebelum pandemi, pemungutan suara hanya dilakukan di satu TPS di balai desa.
“Periode-periode sebelumnya sebelum Covid, itu hanya 1 TPS di balai desa,” terang legislator PKB tersebut.
Selain bertujuan untuk menghemat anggaran, pemusatan TPS ke kantor desa juga dianggap dapat mengurangi potensi gesekan sosial pasca-Pilkades. Ahmad Dhafir menilai bahwa distribusi suara yang terbuka di tingkat dusun kerap memicu ketegangan politik di masyarakat.
“Biasanya tidak dibantu atau kalau ada bantuan-bantuan tidak diberi,” ucap wakil rakyat asal Desa Tegal Mijin, Kecamatan Grujugan.
Jika hanya ada satu TPS di kantor desa, maka akan sulit bagi kepala desa terpilih untuk mengidentifikasi masyarakat dusun mana yang tidak mendukungnya. Hal ini dinilai dapat menciptakan kondisi sosial yang lebih aman dan kondusif.
“Di saat 1 TPS tidak diketahui siapa yang memilih si A dan si B, maka itu menciptakan situasi aman, nyaman, tentram bagi masyarakat,” urainya.
Menurut Dhafir, di Kabupaten Bondowoso banyak masyarakat yang mengeluhkan sikap kepala desa yang pilih kasih setelah terpilih.
“Saat dia menjabat masih memusuhi orang-orang yang tidak mendukung. Mau minta tanda tangan kemudian tidak diurus. Bahkan ditinggal pergi dan sebagainya,” beber Dhafir.
Ia menegaskan bahwa setelah terpilih, seorang kepala desa harus mengayomi seluruh masyarakat tanpa membeda-bedakan.
“Bukan terbatas hanya pada pendukungnya saja. Tapi seluruh rakyatnya,” tegasnya. [awi/beq]
