Dua Guru Besar Hukum di Jember Khawatir Kejaksaan Jadi Super Body

Dua Guru Besar Hukum di Jember Khawatir Kejaksaan Jadi Super Body

Jember (beritajatim.com) – Dua guru besar ilmu hukum di Kabupaten Jember, Jawa Timur, mengkhawatirkan kejaksaan menjadi lembaga super body, jika Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) disahkan.

“Jika RUU KUHAP disahkan tanpa perubahan substansial, kita akan kehilangan check and balance. Jaksa berisiko menjadi lembaga super body yang tak terkendali dan rawan penyimpangan,” kata M Noor Harisudin, guru besar hukum tata negara Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq, dalam seminar nasional tentang RUU KUHAP, di UIN KHAS Jember, Kamis (20/2/2025).

Hal ini, menurut Harisudin, bisa memicu persoalan tersendiri di kalangan aparat penegak hukum berupa penyalahgunaan kekuasaan. Menempatkan jaksa sebagai lembaga yang dominan tak relevan dengan kondisi Indonesia. “Di Indonesia, dengan 280 juta penduduk, sistem ini akan berbahaya,” katanya.

Harisudin lantas mempertanyakan ketercukupan sumber daya manusia di kejaksaan, jika dibandingkan kasus macet di sana. “Saya pikir ini tidak rasional jika berbicara jumlah jaksa yang ada di Indonesia saat ini,” katanya.

Harisudin mencemaskan terjadinya ketidakharmonisan antara kepolisian dan kejaksaan yang selama ini sudah berjalan baik. Terlalu besarnya kewenangan untuk kejaksaan bisa memunculkan konflik dengan kepolisian.

Kekhawatiran serupa juga disampaikan guru besar hukum pidana Universitas Jember, M. Arief Amrullah. “Kewenangan penyidikan ada pada Kepolisian, sementara kewenangan penuntutan ada pada Kejaksaan. Jangan sampai RKUHAP membuat satu lembaga lebih tinggi dari yang lain,” katanya.

Arief mengingatkan, perlunya harmonisasi antara KUHAP, Undang-Undang Kejaksaan, dan Undang-Undang Kepolisian. “Tanpa harmonisasi, kita bisa menciptakan dominasi satu lembaga terhadap yang lain dan membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan,” katanya. [wir]