Pemkot Surabaya Lakukan Analisis Mendalam Kasus Siswa SMP Inklusi Dibully

Pemkot Surabaya Lakukan Analisis Mendalam Kasus Siswa SMP Inklusi Dibully

Surabaya (beritajatim.com) – Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) terus memberikan perhatian penuh terhadap kasus bullying yang menimpa seorang siswa inklusi, CW, di SMP Negeri.

Siswa tersebut mengaku di-bully oleh enam teman sekelasnya dan bahkan ditelanjangi di tempat umum pada Kamis, 12 Desember 2024. Kasus ini pertama kali mencuat pada 4 Oktober 2024, dan Pemkot Surabaya melakukan pendampingan sejak saat itu.

Kepala DP3A-PPKB Surabaya, Ida Widayani, mengungkapkan bahwa sejak awal kasus ini muncul, Pemkot Surabaya telah secara rutin memberikan pendampingan fisik maupun psikologis kepada CW.

“Sejak 4 Oktober 2024, kami terus melakukan pendampingan secara rutin untuk memastikan korban mendapatkan dukungan yang dibutuhkan,” kata Ida saat dikonfirmasi oleh beritajatim.com.

Ida juga menjelaskan bahwa meskipun tindakan bullying tersebut terjadi, kejadian tersebut tidak sepenuhnya murni berasal dari teman-teman CW. “Kasus ini tidak sepenuhnya dimulai dari teman-teman yang mem-bully. Ada beberapa tindakan yang dia (CW) lakukan yang kemudian dibalas oleh teman-temannya. CW kemudian menganggap tindakan itu sebagai bentuk bullying,” jelas Ida.

Pemkot Surabaya tidak hanya melakukan pendampingan, tetapi juga melakukan analisis mendalam untuk memahami kondisi CW yang merupakan siswa inklusi. Pihaknya berupaya mencari solusi agar energi dan keahlian CW yang unik dapat tersalurkan ke arah yang positif.

Berkolaborasi dengan konselor dan guru di sekolah, Pemkot Surabaya tengah mencari bidang yang tepat, seperti olahraga atau seni, untuk membantu CW menyalurkan bakat dan potensinya.

“Kami berusaha menganalisis dan mencari tahu bidang apa yang bisa digunakan oleh CW untuk menyalurkan energi dan imajinasinya. Kami berharap hal ini bisa mengarah ke hal yang positif, seperti olahraga atau seni,” ujar Ida.

Dalam upaya mendalami kondisi psikologis CW, Pemkot Surabaya telah memastikan bahwa CW mendapatkan pendampingan dari banyak konselor psikologis. Beberapa pemeriksaan psikis juga dilakukan di rumah sakit jiwa (RSJ) Menur dan RS Bhayangkara, serta dengan dukungan psikolog.

“Kontrol emosinya tidak stabil. Kadang dia sangat tenang, tapi ada kalanya dia mudah tersinggung, dan ini memicu dia untuk melapor ke berbagai pihak, termasuk DPR dan Komnas HAM,” ujar Ida menjelaskan tantangan dalam memberikan pendampingan kepada CW.

Ida juga menambahkan bahwa Pemkot Surabaya akan terus kooperatif dalam proses hukum yang kini tengah berjalan di Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Pihak kepolisian sedang memeriksa enam siswa yang dilaporkan terlibat dalam tindakan bullying terhadap CW.

“Kami percaya bahwa kepolisian tidak akan sembarangan dalam menetapkan siapa yang salah. Pasti ada analisa, pemeriksaan, dan bukti-bukti yang akan dipertimbangkan. Kami akan terus mendampingi anak ini, baik sebagai pelapor maupun dalam pendampingan terhadap enam siswa terlapor,” ungkap Ida.

Pemkot Surabaya berharap langkah-langkah ini dapat membantu CW untuk mendapatkan perlindungan yang lebih baik dan mengarahkannya ke jalur yang lebih positif. Selain itu, kasus ini juga menjadi perhatian lebih terhadap penanganan bullying, terutama bagi siswa inklusi yang memerlukan perhatian khusus dalam pendidikan dan sosial. [ram/beq]