Jakarta: Perkembangan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), telah menciptakan peluang baru yang mengejutkan, seperti hubungan manusia dengan robot. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan: apakah pernikahan dengan robot dapat diterima dalam hukum Islam?
Pembahasan ini menjadi penting di era di mana teknologi semakin dekat dengan kehidupan manusia sehari-hari, bahkan dalam aspek hubungan personal. Berikut ini adalah kajian mengenai hukum menikahi robot berdasarkan pandangan Islam.
Prinsip Pernikahan dalam Islam
Melansir penelitian Louisenxius Pangestu, dkk (2024). Dalam Islam, pernikahan adalah sebuah perjanjian suci antara pria dan wanita yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut Juhmur ulama, ada lima rukun nikah yang harus dipenuhi:
Adanya calon suami dan calon istri: Pernikahan harus dilakukan antara manusia, bukan antara manusia dengan benda atau makhluk yang tidak memiliki jiwa.
1. Wali nikah: Calon mempelai perempuan harus memiliki wali yang sah.
2. Saksi nikah: Harus ada minimal dua saksi laki-laki yang hadir dalam proses ijab kabul.
3. Ijab kabul: Pernyataan sah dari wali dan penerimaan dari calon mempelai laki-laki.
4. Tidak ada penghalang syar’i: Kedua mempelai tidak boleh memiliki hubungan mahram atau halangan lainnya sesuai hukum Islam.
Robot, meskipun memiliki kecerdasan buatan dan bentuk menyerupai manusia, tidak memenuhi kriteria sebagai “manusia” dalam hukum Islam. Oleh karena itu, menikahi robot dianggap tidak sah secara syar’i.
Dalil Al-Qur’an
Al-Qur’an menegaskan pentingnya pernikahan sebagai hubungan antara pria dan wanita yang didasarkan pada rasa cinta, kasih sayang, dan ketentraman. Firman Allah dalam QS. Ar-Rum:21 menyebutkan:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.”
Ayat ini menegaskan bahwa pasangan dalam pernikahan harus berasal dari “jenismu sendiri,” yaitu manusia.
Pernikahan dengan robot tidak memenuhi kriteria ini, karena robot tidak memiliki jiwa, emosi, dan kemampuan untuk memenuhi hak dan kewajiban pernikahan sesuai ajaran Islam.
Pandangan Etika dan Moral
Dari sudut pandang etika dan moral, menikahi robot bisa jadi dianggap tidak sesuai dengan tujuan pernikahan dalam Islam.
Pernikahan bertujuan untuk membangun keluarga yang harmonis, mendidik anak-anak, dan menjaga tatanan sosial. Robot tidak dapat menjalankan peran ini, sehingga hubungan dengan robot dianggap melanggar nilai-nilai moral Islam.
Pernikahan dengan robot dalam pandangan Islam bisa jadi dianggap tidak sah dan bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat. Hal ini didasarkan pada rukun nikah yang tidak dapat dipenuhi, serta tujuan pernikahan yang tidak dapat tercapai dalam hubungan dengan robot.
Oleh karena itu, umat Islam diimbau untuk tetap menjaga nilai-nilai agama dan tidak terjebak dalam tren yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Baca Juga:
7 Jurusan Kuliah yang Paling Berguna di Zaman AI
Jakarta: Perkembangan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), telah menciptakan peluang baru yang mengejutkan, seperti hubungan manusia dengan robot. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan: apakah pernikahan dengan robot dapat diterima dalam hukum Islam?
Pembahasan ini menjadi penting di era di mana teknologi semakin dekat dengan kehidupan manusia sehari-hari, bahkan dalam aspek hubungan personal. Berikut ini adalah kajian mengenai hukum menikahi robot berdasarkan pandangan Islam.
Prinsip Pernikahan dalam Islam
Melansir penelitian Louisenxius Pangestu, dkk (2024). Dalam Islam, pernikahan adalah sebuah perjanjian suci antara pria dan wanita yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut Juhmur ulama, ada lima rukun nikah yang harus dipenuhi:
Adanya calon suami dan calon istri: Pernikahan harus dilakukan antara manusia, bukan antara manusia dengan benda atau makhluk yang tidak memiliki jiwa.
1. Wali nikah: Calon mempelai perempuan harus memiliki wali yang sah.
2. Saksi nikah: Harus ada minimal dua saksi laki-laki yang hadir dalam proses ijab kabul.
3. Ijab kabul: Pernyataan sah dari wali dan penerimaan dari calon mempelai laki-laki.
4. Tidak ada penghalang syar’i: Kedua mempelai tidak boleh memiliki hubungan mahram atau halangan lainnya sesuai hukum Islam.
Robot, meskipun memiliki kecerdasan buatan dan bentuk menyerupai manusia, tidak memenuhi kriteria sebagai “manusia” dalam hukum Islam. Oleh karena itu, menikahi robot dianggap tidak sah secara syar’i.
Dalil Al-Qur’an
Al-Qur’an menegaskan pentingnya pernikahan sebagai hubungan antara pria dan wanita yang didasarkan pada rasa cinta, kasih sayang, dan ketentraman. Firman Allah dalam QS. Ar-Rum:21 menyebutkan:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.”
Ayat ini menegaskan bahwa pasangan dalam pernikahan harus berasal dari “jenismu sendiri,” yaitu manusia.
Pernikahan dengan robot tidak memenuhi kriteria ini, karena robot tidak memiliki jiwa, emosi, dan kemampuan untuk memenuhi hak dan kewajiban pernikahan sesuai ajaran Islam.
Pandangan Etika dan Moral
Dari sudut pandang etika dan moral, menikahi robot bisa jadi dianggap tidak sesuai dengan tujuan pernikahan dalam Islam.
Pernikahan bertujuan untuk membangun keluarga yang harmonis, mendidik anak-anak, dan menjaga tatanan sosial. Robot tidak dapat menjalankan peran ini, sehingga hubungan dengan robot dianggap melanggar nilai-nilai moral Islam.
Pernikahan dengan robot dalam pandangan Islam bisa jadi dianggap tidak sah dan bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat. Hal ini didasarkan pada rukun nikah yang tidak dapat dipenuhi, serta tujuan pernikahan yang tidak dapat tercapai dalam hubungan dengan robot.
Oleh karena itu, umat Islam diimbau untuk tetap menjaga nilai-nilai agama dan tidak terjebak dalam tren yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Baca Juga:
7 Jurusan Kuliah yang Paling Berguna di Zaman AI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(WAN)