Surabaya (beritajatim.com) – Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung (MA) memberikan sanksi kepada sejumlah pegawai di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terkait kasus vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Selain itu, Bawas juga menjatuhkan sanksi kepada sejumlah mantan pejabat di institusi yang berlokasi di Jalan Arjuna, Surabaya.
Sanksi tersebut diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Bawas MA. Jubir MA, Yanto, menyampaikan bahwa sanksi yang diberikan bervariasi dari berat hingga ringan.
“Tim Pemeriksa Bawas MA RI telah melakukan pemeriksaan secara komprehensif terhadap terlapor dan pihak-pihak terkait lainnya. Dan laporan hasil pemeriksaan telah disampaikan oleh Pimpinan MA. Adapun hasil pemeriksaan yang disampaikan Tim Pemeriksa Bawas kepada Ketua MA diperoleh hasil terhadap para terlapor telah terjadi pelanggaran kode etik,” ujar Yanto beberapa waktu lalu.
Yanto menjelaskan bahwa dua pimpinan PN Surabaya yang mendapat sanksi berat adalah Rudi Suparmono (eks Ketua PN Surabaya) dan Dju Johnson Mira Mangngi (eks Wakil Ketua PN Surabaya). Selain itu, terdapat dua panitera berinisial Y dan UA serta seorang juru sita berinisial RA yang turut dijatuhi sanksi.
“Saudara R yang dahulu Pimpinan Pengadilan Negeri Surabaya melakukan pelanggaran disiplin berat terhadap yang bersangkutan dan dijatuhi hukuman non-palu selama 2 tahun. Saudara D dahulu Pimpinan Pengadilan Negeri Surabaya melakukan pelanggaran disiplin ringan, oleh karenanya terhadap yang bersangkutan dijatuhi sanksi ringan berupa pernyataan tidak puas secara tertulis,” kata Yanto.
Sementara itu, sanksi disiplin berat berupa pembebasan dari jabatan menjadi pelaksana selama 12 bulan dijatuhkan kepada RA, Y, dan UA.
“Saudara RA dahulu Staf PN Surabaya melakukan pelanggaran berat, oleh karenanya terhadap yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berat berupa pembebasan dari jabatan menjadi pelaksana selama 12 bulan. Saudara Y dahulu Staf PN Surabaya melakukan pelanggaran berat, oleh karenanya terhadap yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berat berupa pembebasan dari jabatan menjadi pelaksana selama 12 bulan. Saudara UA dahulu Staf PN Surabaya melakukan pelanggaran berat, oleh karenanya terhadap yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berat berupa pembebasan dari jabatan menjadi pelaksana selama 12 bulan,” jelasnya.
Ketika ditanya mengenai keterkaitan antara pelanggaran kode etik tersebut dengan aliran dana suap, Yanto menjelaskan bahwa sanksi etik tidak selalu berhubungan dengan penerimaan uang.
“Jadi etik itu kan sanksi etik, itu kan tidak harus menerima (uang). Ketemu dengan para pihak pun etik, seperti itu ya. Ketemu para pihak pun, etik, jadi begitu. Jadi sanksi etik itu tidak harus menerima. Ya tidak menerima pun, kalau hal yang dilarang itu kan ada di kode etik ya. Kode perilaku, pedoman perilaku hakim itu apa yang dilarang itu kan ada di situ,” pungkasnya. [uci/beq]