Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

RTH Dibangun Pasar Ilegal, DPRD Surabaya Pastikan Dibongkar

RTH Dibangun Pasar Ilegal, DPRD Surabaya Pastikan Dibongkar

Surabaya (beritajatim.com) – Pembangunan pasar dan tempat cuci kendaraan yang berdiri di lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pondok Maritim, Jalan Klumprik Selatan, Balas Klumprik, Surabaya, kini berada di ujung tanduk. Setelah berlarut-larut menuai protes dari warga, Komisi B DPRD Surabaya akhirnya melakukan inspeksi mendadak (sidak) pada Kamis (9/1/2025). Hasil sidak tersebut mengungkap fakta bahwa pembangunan yang dilakukan di atas lahan milik Pemerintah Kota Surabaya ini ternyata tidak memiliki izin resmi.

“Setelah sebelumnya kita lakukan rapat bersama dan kita kaji, sidak hari ini terungkap bahwa tanah yang digunakan untuk pembangunan pasar adalah aset milik Pemkot Surabaya. Pembangunan ini dilakukan tanpa izin dari pemerintah kota maupun BPKAD. Ini jelas pelanggaran serius,” ujar Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Muhammad Faridz Afif, di sela-sela sidak.

Afif menegaskan bahwa lahan yang seharusnya dipertahankan sebagai RTH harus segera dikembalikan fungsinya. “Maka, mau tidak mau, pembangunan ini harus dibongkar,” tegasnya.

Dalam mediasi dengan DPRD, pengembang pasar akhirnya menyetujui untuk membongkar bangunan yang telah mencapai 50 persen pengerjaan. Pembongkaran direncanakan selesai paling lambat Maret 2025.

“Setelah melalui mediasi, pengembang menyetujui untuk membongkar sendiri bangunannya paling lambat akhir Februari mendatang,” ungkap Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Mochamad Machmud.

Machmud juga menekankan bahwa pembangunan di atas lahan RTH untuk aktivitas komersial adalah pelanggaran berat. “Ini adalah aset pemkot yang pengelolaannya ada di DLH, karena lokasi ini masuk dalam zona RTH,” katanya.

Protes warga yang menentang pembangunan pasar ini didorong oleh kekhawatiran sosial dan lingkungan. Ketua RT 12/RW 06, Eko, yang mewakili aspirasi warga, mengapresiasi langkah DPRD yang mendukung pembongkaran.

“Yang paling penting adalah dari sidak ini menemukan titik temu yakni pembongkaran,” katanya.

Eko juga menjelaskan kekhawatiran warga mengenai dampak sosial dan lingkungan. “Kami ingin hidup tenang dan damai. Pasar ini dikhawatirkan akan merusak lingkungan hidup kami, apalagi diketahui tidak memiliki izin dan berdiri di lahan RTH,” jelasnya.

Warga dari 12 RT di RW 6 sepakat menolak keberadaan pasar dan tempat cuci kendaraan tersebut. “Intinya semua warga tidak mendukung keberadaan pasar dan tempat cuci kendaraan tersebut,” tegas Eko.

Di sisi lain, pengembang proyek dari PT Prima Citra Buana, Diving, menyayangkan keputusan pembongkaran tersebut. Meskipun demikian, ia menyatakan akan mematuhi hasil mediasi yang telah disepakati.

“Sebenarnya keputusan ini sangat kami sayangkan karena pasar ini untuk hajat orang banyak. Tapi karena sudah ada kesepakatan, kami tetap akan laksanakan pembongkaran,” ungkap Diving.

Diving mengungkapkan bahwa proyek senilai Rp350 juta ini dimulai tanpa izin resmi, hanya berdasarkan persetujuan lisan pejabat. “Karena sebelumnya ada pak Wakil Wali Kota ke sini dan ada warga minta dibangunkan pasar, jadi prosedurnya langsung,” ujarnya. [asg/beq]