Mojokerto (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto mencatat angka prevalensi stunting di Kabupaten Mojokerto berhasil diturunkan hingga 9,6 persen. Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati mewanti-wanti agar upaya dalam menurunkan stunting terus digenjot, mengingat sifat stunting fluktuatif seiring kelahiran bayi-bayi baru.
Hal tersebut disampaikan orang nomor satu di lingkup Pemkab Mojokerto saat menggelar Rembuk Stunting Kabupaten Mojokerto di Pendopo Graha Maja Tama (GMT), Selasa (2/4/2024). Rembuk stunting yang bertajuk ‘Strategi Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting Terintegrasi Menuju Indonesia Emas 2045’ ini, diikuti sedikitnya 130 peserta.
Yakni Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Mojokerto, satuan tugas (satgas) stunting, Camat se-Kabupaten Mojokerto, Kepala Puskesmas se-Kabupaten Mojokerto, dan 26 Kepala Desa lokus stunting. Turut hadir Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Teguh Gunarko selaku Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting, Dirjen Bangda Regional 3 Perwakilan Jatim, dan tim ahli pemberdayaan masyarakat.
“Bayi-bayi baru lahir akan menentukan angka stunting. Itulah mengapa kata kuncinya adalah mencegah, alih-alih menangani yang sudah jatuh stunting. Maka dari itu kita tidak boleh lepas perhatian dari bumil (ibu hamil) agar jangan sampai melahirkan bayi stunting. Angka stunting di Kabupaten Mojokerto terus mengalami penurunan,” ungkapnya.
Hal tersebut terlihat dari hasil survey Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 lalu menunjukkan angka stunting Kabupaten Mojokerto mencapai 27,4 persen. Pada tahun 2022 angka stunting di Kabupaten Mojokerto turun menjadi 11,6 persen, dan saat ini tahun 2024 angka stunting di Kabupaten Mojokerto terus menurun sampai 9,6 persen.
“Alhamdulillah angka stunting kita terus turun kini menjadi 9,6 persen. Padahal ketika awal saya menjabat di 2021, angkanya mencapai 27,4 persen. Itu artinya 1/3 balita kita di Kabupaten Mojokerto kondisinya stunting. Ternyata angka ini sebenarnya sampling yang dilakukan SSGI. Maka saat itu juga saya minta Dinkes untuk mengukur balita se-Kabupaten Mojokerto agar data akurat,” katanya.
Setelah itu, lanjut Bupati, kemudian angka stunting di Kabupaten Mojokerto turun jadi 11,6 persen. Hingga saat ini, angka stunting di Kabupaten Mojokerto bisa turun lagi hingga 9,6 persen. Selain itu, Bupati perempuan pertama di Kabupaten Mojokerto mengimbau agar mengawasi para remaja agar tidak kekurangan darah yang dapat menyebabkan melahirkan bayi stunting.
“Kalau angka kita terus turun, jangan sampai ada bayi-bayi baru lahir stunting. Nah, dari beberapa kasus bumil bayi stunting, ternyata masalahnya ada ketika pas remaja (anemia). Seperti halnya kehamilan tidak diinginkan, ditambah lagi usia ibu yang belum matang untuk mengandung. Termasuk kita usahakan mencegah pernikahan dini,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (DP2KBP2) Kabupaten Mojokerto, Sugeng Nuryadi mengatakan, dengan dilaksanakannya rembuk stunting tersebut diharapkan dapat membuat kebijakan percepatan penurunan stunting, strategi dan tantangan di Kabupaten Mojokerto.
Berikutnya terdapat peran penting lintas sektor dan pemerintah desa dalam upaya percepatan penurunan stunting, dan ada hasil analisis situasi untuk lokasi desa prioritas percepatan penurunan stunting tahun 2024 dan tahun 2025. Serta terdapat rencana program atau kegiatan percepatan penurunan stunting di desa lokasi prioritas tahun 2024 dan tahun 2025.
“Selanjutnya, terdapat pula penandatanganan komitmen bersama percepatan penurunan stunting secara terintegrasi Kabupaten Mojokerto tahun 2024, dan penandatanganan berita acara rembuk stunting Kabupaten Mojokerto tahun 2024 antara ibu bupati, TPPS Kabupaten, TPPS Kecamatan dan TPPS desa,” pungkasnya. [tin/ian]