Surabaya (beritajatim.com) – Majelis Hakim PN Surabaya yang diketuai Taufik Tatas menghukum penjara 15 bulan pada Chintya V Sondakh. Direktur PT Bentang Mega Nusantara itu dinyatakan bersalah melakukan penyelundupan 8.000 liter solar bersubsidi.
“Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Chintya V Sondakh selama 1 tahun 3 bulan (15 bulan),” ujar Hakim Tatas membacakan amar putusan pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (12/9/2023).
Selain hukuman badan, terdakwa Chintya juga diganjar denda Rp50 juta. “Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan,” terang hakim Tatas.
Melalui amar putusannya, Hakim Tatas juga memerintahkan agar dilakukan perampasan terhadap barang bukti berupa truk tangki beserta solar bersubsidi. “Satu unit kendaraan truk tangki jenis light truck dump tahun 2015 warna putih biru nopol Z-9118-TC dan bio diesel B30 sebanyak 8.000 liter dirampas untuk negara,” katanya.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap terdakwa Chintya conform alias sama persis dengan tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum. Namun meski vonis conform, jaksa penuntut umum dan terdakwa Chintya kompak menyatakan pikir-pikir.
“Pikir-pikir,” jawab jaksa penuntut umum Herlambang Adhi Nugroho saat majelis hakim bertanya apakah akan menempuh upaya hukum banding.
BACA JUGA:
Penyelundupan Sabu ke Rutan Ponorogo, Pengakuan Pelaku : 2 Kali, Dipesan Lewat WA
Sementara itu pada sidang terpisah, terdakwa Riky Pradana yang merupakan anak buah Chintya divonis penjara selama 1 tahun dan denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan. Sedangkan terdakwa Yudha Dwi Raharjo, broker solar subsidi divonis 15 bulan penjara dan denda Rp 50 juta, subsider 2 bulan kurungan.
Perlu diketahui, dalam surat dakwaan dijelaskan bahwa terdakwa Chintya V Sondakh yang merupakan Direktur Utama PT Bentang Mega Nusantara mengenal seseorang bernama Andrian Sarwoko untuk melaksanakan kerjasama niaga bahan bakar minyak dengan PT Arinda Ananda Arsindo. Atas kerjasama itu, terdakwa Chintya memerintahkan saksi Aghi Setiawa Tubagus yang bertugas pada bagian admin perusahaan PT Bentang Mega Nusantara untuk membuat surat kerjasama.
Kemudian pada 30 Maret 2023, terdakwa Chintya memperoleh telepon dari seseorang bernama Agus alias Dhani Maulana untuk mengirimkan bahan bakar minyak jenis bio diesel B30 atau solar sebanyak 13 ribu liter ke Tanjung Perak. Namun terdakwa Chintya menyampaikan hanya dapat mengirimkan sebanyak 8 ribu liter solar subsidi.
Setelah mendapat persetujuan dari Agus, kemudian terdakwa Chintya menghubungi Yudha Dwi Raharjo (terdakwa berkas terpisah) selaku broker solar. Kepada Yudha, terdakwa Chintya membeli 8 ribu liter dengan harga Rp8.500 perliter.
BACA JUGA:
Penyelundupan Pupuk Bersubsidi Gunakan Sistem ‘Ranjau’
Atas order tersebut, Yudha Dwi Raharjo berdasarkan perintah dari terdakwa Chintya menyuruh Danurih (almarhum) dan Riky Pradana Surya Alamsyah (terdakwa berkas terpisah) menggunakan sarana mobil tangki bertuliskan PT Bentang Mega Nusantara dengan nopol Z-9118-TC mengangkut solar subsidi. Solar tersebut diambil dari gudang di daerah Solo Jawa Tengah dengan tujuan Pelabuhan Nilam Tanjung Perak Surabaya untuk mengisi solar Kapal TB LLB Sukses 22.
Dalam surat dakwaan ditegaskan bahwa terdakwa Chintya bersama-sama dengan Riky Pradana Surva Alamsyah dan Yudha Dwi Raharjo tidak memiliki izin operasional pengangkutan solar bersubsidi. Atas perbuatannya, terdakwa Chintya didakwa melanggar Pasal 40 angka 9 Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [uci/beq]