Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kenapa Motor Listrik Belum Selaris Honda BeAT Cs?

Kenapa Motor Listrik Belum Selaris Honda BeAT Cs?

Jakarta

Honda menjadi pabrikan asal Jepang yang rajin memperkenalkan motor listrik di Indonesia. Tercatat sudah ada empat model yang dipasarkan, yakni Honda EM1 e:, EM1 e: Plus, ICON e:, dan CUV e:. PT Astra Honda Motor (AHM) mengamini pasar motor listrik masih belum sebesar motor internal combustion engine (ICE).

“Karena proses penetrasi EV pun juga butuh waktu kalau harus menggeser ke EV, butuh waktu. Terkait banyak hal, ada habbit, ada sarana prasarana,” kata General Manager Corporate Communication PT Astra Honda Motor Ahmad Muhibbudin di Cikarang, Jawa Barat, belum lama ini.

PT AHM tidak memberikan informasi sudah berapa banyak motor listrik merek Honda yang bertebaran di jalan Indonesia. Perlu diketahui, Honda merupakan raja sepeda motor di Indonesia dengan penjualan Januari-November 2024 sudah tembus 4,6 juta unit, sedangkan total pasar nasional 5,9 juta unit.

Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI) tahun ini memproyeksikan penjualan motor listrik di Indonesia tembus 70 ribu unit. Angkanya begitu kecil dibandingkan motor ICE.

Honda BeAT menjadi salah satu produk yang sukses di Indonesia dengan jualan lebih dari 1 juta unit per tahun. Ya, skutik itu jadi primadona lantaran harganya yang terjangkau, dan irit bahan bakar.

Sebagai pembanding, motor listrik Honda termurah saat ini dijual lewat Honda ICON e:. Harga motor listrik itu tembus Rp 28 juta. Dengan banderol segitu rasanya mepet-mepet dengan Honda Stylo dan Honda Vario 160.

Lantas mengapa motor listrik belum selaris Honda BeAT?

Pertama, kalau dari segi performa Honda ECON e: belum begitu superior dibandingkan motor bensin dengan banderolan yang serupa.

Kedua, terkait sarana dan prasarana infrastuktur. Sepeda motor saat ini diandalkan oleh pekerja di sektor non-formal maupun formal. Dengan mengendarai motor, mereka lebih bisa mengatur waktu. Nah, kalau mereka menggunakan motor listrik, mereka bisa direpotkan dengan urusan mengisi ulang daya baterai.

“Cuma mungkin karakter konsumen di roda empat dan roda dua agak berbeda. Mereka yang membeli mobil mostly bukan pembeli pertama bukan first buyer, mereka rata-rata mobil ke sekian di garasinya. Motor EV hampir sama seperti itu juga, belum menjadi motor pertama yang dibeli konsumen,” kata Muhib.

“Lagi-lagi problemnya kebiasaan konsumennya, sarana infrastruktur yang belum masif. Kita di ATPM berusaha menuju ke sana, perlahan-lahan nanti kita coba perluas infrastruktur support-nya. Sekarang kita ini sudah punya swap baterai, nanti aftersales service-nya kita ada 1.200 e: Shop untuk EV,” tambah dia lagi.

(riar/din)