Senada dengan itu, Arsandi selaku ketua bidang kebijakan publik PP KAMMI, menyoroti kenaikan PPN 12% yang menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan tarif PPN tertinggi di kawasan ASEAN, sejajar dengan Filipina. Dia menyayangkan hal itu karena kondisi perekonomian Indonesia belum stabil, bahkan upah tergolong rendah dibandingkan dengan Negara tetangga Malaysia, Singapura, Thailand dan lainnya.
“Meski Menteri Keuangan Sri Mulyani, mengatakan penerapan PPN 12% hanya untuk dikenakan pada barang dan jasa dalam kategori mewah. Namun batasan kategori barang mewah tidaklah jelas. Jika memang targetnya kategori barang mewah seharusnya memaksimalkan penerimaan dari Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM),” kritik dia.
Arsandi meyakini, dampak kenaikan PPN 12% bakal memperburuk keadaan kelas ekonomi menengah dan pelaku usaha kecil. Padahal kelas menengah berkontribusi banyak terhadap tingkat konsumsi rumah tangga yang merupakan penyumbang terbesar terhadap perekonomian Indonesia.
“Dengan kenaikan tarif PPN 12%, akan memperburuk kondisi perekonomian kelas menengah. Sulit bagi mereka untuk naik kelas atau bahkan bisa bergeser kepada kelompok rentan miskin. Terlebih bantuan yang disiapkan pemerintah seringkali tidak menyasar kelompok kelas menengah,” dia menandasi.