Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menjelaskan mekanisme amnesti yang dapat diberikan Presiden Prabowo Subianto terkait wacana memaafkan koruptor. Hal ini disampaikan Yusril dalam dialog eksklusif program “Beritasatu Sore” yang ditayangkan BTV pada Jumat (20/12/2024).
Yusril mengusulkan, jika amnesti untuk koruptor diterapkan, harus ada tenggat waktu yang jelas. Sebagai ilustrasi, ia menyebutkan batas waktu hingga 1 Agustus 2025.
“Setiap orang yang melakukan tindak pidana korupsi, baik yang sedang dalam proses penyelidikan, penyidikan, persidangan, atau yang sudah divonis, jika mengembalikan kerugian negara sebelum tanggal tersebut, dapat diberikan amnesti,” jelas Yusril.
Menurut Yusril, konsep amnesti bagi koruptor dapat mengacu pada praktik yang pernah dilakukan sebelumnya di Indonesia. Contohnya, amnesti yang diberikan oleh Presiden Soekarno kepada tokoh-tokoh yang terlibat dalam pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) dan Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta). Dalam pelaksanaannya, mereka yang menyerah dalam batas waktu tertentu mendapatkan pengampunan.
“Jika koruptor tidak memanfaatkan kesempatan tersebut, mereka akan diadili sesuai hukum yang berlaku,” ungkapnya.
Terkait wacana Presiden Prabowo memaafkan koruptor tersebut, Yusril juga menyinggung mekanisme pengembalian uang negara oleh koruptor. Ia menyebutkan pengembalian dapat dilakukan secara diam-diam demi menjaga nama baik pihak yang bersangkutan.
“Hal ini, penting untuk mendorong kesadaran individu yang mungkin merasa bersalah atas tindakannya,” ungkap Yusril.
Selain wacana amnesti untuk koruptor, pemerintah juga tengah merencanakan amnesti bagi narapidana kasus lain, seperti penyalahgunaan narkotika. Yusril menjelaskan, jumlah narapidana terkait narkotika jauh lebih banyak dibandingkan kasus korupsi, mencapai sekitar 60% dari total 280.000 narapidana di Indonesia.
Yusril juga menyebut pemerintah berencana menerapkan kebijakan amnesti pajak pada 2025. Kebijakan ini akan membantu menyelesaikan kasus kekurangan pembayaran pajak tanpa harus menempuh jalur hukum.
Yusril mendukung pendekatan Presiden Prabowo, seperti dengan wacana memaafkan koruptor, yang dinilainya sejalan dengan konvensi PBB melawan korupsi (United Nations Convention Against Corruption). Ia juga menekankan pentingnya merevisi undang-undang tindak pidana korupsi yang seharusnya sudah dilakukan sejak 2006.
“Pendekatan ini tidak hanya fokus pada penghukuman, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi rakyat. Uang hasil korupsi yang dikembalikan dapat masuk ke APBN dan digunakan untuk subsidi, beasiswa, dan program lain yang bermanfaat,” pungkas Yusril.