Jakarta –
Berkaca dari kasus meninggalnya influencer kesehatan dr Azmi Fadhlih, aneurisma otak seringkali tidak menimbulkan gejala hingga akhirnya terjadi pecah pembuluh darah otak. Saat kondisi tersebut terjadi, pasien umumnya sudah terlambat tertangani, terlebih bila tidak segera mendapatkan penanganan atau perawatan medis yang tepat.
Direktur Medik dan Keperawatan Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON) dr Reza Aditya Arpandy, SpS, mengimbau masyarakat untuk rutin melakukan pemeriksaan sebagai langkah pencegahan. Terutama bagi mereka yang termasuk kelompok berisiko.
“Meskipun aneurisma otak lebih sering ditemukan pada usia 40 tahun ke atas, kondisi ini juga bisa terjadi pada usia muda, terutama jika ada faktor risiko tertentu,” ungkapnya saat dihubungi detikcom Rabu (18/12/2024).
Beberapa di antaranya termasuk mereka dengan riwayat keluarga aneurisma atau kelainan pembuluh darah otak, penyakit bawaan ginjal polikistik atau penyakit tertentu yang mempengaruhi jaringan pembuluh darah, serta pengidap hipertensi tak terkontrol sejak usia muda, hingga gaya hidup tidak sehat merokok dan mengonsumsi alkohol.
Adapun pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah seperti berikut:
Pemeriksaan pembuluh darah
Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan menggunakan CT scan angiography atau MRI angiography, terutama jika ada riwayat keluarga aneurisma atau beberapa kondisi medis serta faktor risiko.
Pemeriksaan riwayat penyakit
Faktor risiko atau riwayat penyakit seseorang perlu dikontrol, terutama saat memiliki tekanan darah tinggi. Masyarakat diimbau untuk menjalani pola makan sehat, olahraga teratur, hingga pengobatan bila diperlukan.
Pemeriksaan disebut dr Reza penting untuk melihat potensi pecahnya pembuluh darah karena aneurisma otak. Sebagai catatan, kondisi aneurisma otak yang ditemukan selalu memerlukan tindakan, dokter akan mengevaluasi risiko pecah berdasarkan ukuran aneurisma, lokasi, dan kondisi kesehatan pasien secara umum.
(naf/naf)