Jakarta, CNN Indonesia —
Perwakilan massa aksi menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen menyerahkan isi petisi penolakan ke Sekretariat Negara RI.
Perwakilan akun X @barengwarga, Risyad azhary mengatakan mereka akan terus memantau langkah pemerintah ke depan.
“Pokoknya, jangan sampai lewat, sampai nanti hari H kita lihat juga, kalau sampai benar-benar masih dipaksain berarti kita tahu memang hari ini pemerintah enggak berpihak kepada kelas pekerja, kelas penengah, dan kaum bawah,” kata Risyad usai membuat pelaporan ke Setneg RI, Jakarta, Kamis (19/12).
Risyad menyampaikan sejauh ini petisi digital yang digalang secara online itu telah mendapatkan dukungan dari kurang lebih 120 ribu orang.
Ia pun yakin jumlah orang yang menandatangani petisi itu akan terus bertambah ke depannya.
“Ini kita kan bikin 100 udah lebih ya, bahkan tadi aku tagging kan 120-an mungkin, dan akan terus tambah kan, jadi kita galang terus petisinya secara digital, terus kita tagih,” ujar dia.
Risyad menyampaikan mereka diterima secara administrasi dalam pelaporannya ke Setneg.
Ia pun berharap lewat surat dan petisi itu pemerintah akan mendengarkan serta mempertimbangkan kembali kebijakan kenaikan PPN 12 persen tersebut.
“Sampai dibatalkan, sampai dibatalkan, kan kita lihat katanya kan tanggal 1 akan disahkan ya. Kita tunggu juga, kalau benar-benar dipaksain berarti ya kalau begitu, ya kita turun aksi lagi gitu, jemput bola lagi gitu,” ucapnya.
Pada hari ini, koalisi masyarakat sipil menggelar demonstrasi di Taman Aspirasi Monas, Jakarta.
Demonstrasi ini dihadiri puluhan orang dengan membawa spanduk bernarasi menolak kenaikan PPN.
“PPN naik masyarakat sipil bisa kena PHK pak,” teriak massa aksi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan jajaran Kabinet Merah Putih sudah mengumumkan kenaikan PPN dari 11 persen ke 12 persen. Ini diumumkan dalam konferensi pers di Kantor Airlangga pada Senin (16/12).
Tarif baru PPN bakal berlaku mulai 1 Januari 2025. Pemerintah berdalih kenaikan ini merupakan amanat UU Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
(mnf/wis)
[Gambas:Video CNN]