FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen bukan merupakan inisiatif pemerintah, melainkan amanat undang-undang yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Airlangga menjelaskan bahwa mayoritas fraksi di DPR, kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menyetujui kenaikan PPN tersebut.
Menanggapi pernyataan Airlangga, mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu, melalui akun media sosialnya, mengkritisi sikap pemerintah.
Ia menekankan bahwa besaran pajak merupakan bagian dari kebijakan pendapatan negara dan fiskal, yang menjadi kewenangan pemerintah.
Said Didu mempertanyakan, jika kebijakan pemerintah bukan keinginan pemerintah, lalu keinginan siapa?
“Pak Menteri @airlangga_hrt yth, besaran pajak adalah bagian dari kebijakan pendapatan negara dan fiskal,” katanya dikutip, Rabu (18/12/2024).
Ia juga menyindir apakah pemerintah hanya berperan sebagai boneka dalam hal ini.
“Kebijakan fiskal adalah kewenangan pemerintah. Kalau kebijakan pemerintah bukan keinginan pemerintah – terus keinginan siapa? Atau pemerintah memang hanya boneka?,” tanya Said Didu.
Kenaikan PPN menjadi 12 persen ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Pemerintah beralasan bahwa penyesuaian tarif PPN ini dilakukan untuk memperkuat struktur perpajakan dan meningkatkan penerimaan negara.