Jakarta: Sejumlah polemik muncul usai adanya pernyataan organisasi advokat tunggal sedangkan yang lain ormas. Direktur Eksekutif Awal Institute, Alexander Waas, memberikan pandangan untuk menghentikan perdebatan itu bisa dilakukan dengan revisi terhadap Undang-Undang Advokat.
Direktur Eksekutif Awal Institute, Alexander Waas, memberikan pandangan untuk menghentikan perdebatan itu bisa dilakukan dengan revisi terhadap Undang-Undang Advokat.
Perubahan dalam undang-undang ini harus dilakukan untuk memastikan kedudukan organisasi advokat sebagai organ negara harus jelas dan tidak multi tafsir, kemudian bagaimana menyatukan perbedaan pandangan dari banyak organisasi.
“Revisi Undang-Undang diperlukan dalam rangka menjaga stabilitas, demi kepentingan masyarakat dan juga advokat itu sendiri. Saya mengimbau para pemangku kepentingan, senior-senior agar lebih bijaksana, guyub rukun duduk bersama untuk memecahkan persoalan ini,” kata Alexander dalam keterangan pers, Selasa, 17 Desember 2024.
Dia menjelaskan munculnya banyak organisasi pada saat ini akibat dari segudang persoalan yang belum tuntas, mulai dari perbedaan penafsiran hukum, politik organisasi, hingga kepentingan sekelompok orang tertentu.
Menurut Alexander usulan yang perlu dikaji dalam revisi Undang-Undang Advokat adalah peningkatan standar kompetensi advokat sejak pendidikan, ujian, dan pengangkatan juga pendidikan lanjutan dan uji kompetensi berkala.
Usia minimal dan maksimal pengangkatan Advokat pun perlu diperhatikan untuk memastikan setiap advokat memiliki kemampuan dan pengetahuan terkini untuk memberikan pelayanan hukum yang berkualitas serta mengeliminasi sumber daya yang tidak layak.
Selain itu pembentukan dewan etik profesi advokat yang terintegrasi, independen dan representatif juga harus diperhatikan dengan harapan dapat mengawasi praktik yang dilakukan oleh para advokat, memberikan sanksi etik kepada oknum advokat nakal dan juga perlindungan hukum bagi advokat yang menjalankan tugas profesi secara benar.
“Sehingga tidak ada lagi oknum advokat nakal ‘kutu loncat’ yang dipecat pada organisasi satu lalu pindah ke organisasi lainnya,” jelasnya.
Alexander sebagai seorang advokat dan bagian dari komunitas hukum di Indonesia mendorong semua pihak berkontribusi aktif dalam pembahasan dan penyusunan revisi Undang-Undang Advokat ini. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga legislatif, institusi pendidikan hukum, dan organisasi advokat diperlukan untuk menciptakan regulasi yang komprehensif dan responsif.
“Revisi undang-undang harus memperkuat integritas profesi advokat dan memastikan bahwa marwah profesi advokat tetap terjaga sebagai penegak hukum yang setara dengan kepolisian, kejaksaan dan kehakiman,” ujarnya.
Jakarta: Sejumlah polemik muncul usai adanya pernyataan organisasi advokat tunggal sedangkan yang lain ormas. Direktur Eksekutif Awal Institute, Alexander Waas, memberikan pandangan untuk menghentikan perdebatan itu bisa dilakukan dengan revisi terhadap Undang-Undang Advokat.
Direktur Eksekutif Awal Institute, Alexander Waas, memberikan pandangan untuk menghentikan perdebatan itu bisa dilakukan dengan revisi terhadap Undang-Undang Advokat.
Perubahan dalam undang-undang ini harus dilakukan untuk memastikan kedudukan organisasi advokat sebagai organ negara harus jelas dan tidak multi tafsir, kemudian bagaimana menyatukan perbedaan pandangan dari banyak organisasi.
“Revisi Undang-Undang diperlukan dalam rangka menjaga stabilitas, demi kepentingan masyarakat dan juga advokat itu sendiri. Saya mengimbau para pemangku kepentingan, senior-senior agar lebih bijaksana, guyub rukun duduk bersama untuk memecahkan persoalan ini,” kata Alexander dalam keterangan pers, Selasa, 17 Desember 2024.
Dia menjelaskan munculnya banyak organisasi pada saat ini akibat dari segudang persoalan yang belum tuntas, mulai dari perbedaan penafsiran hukum, politik organisasi, hingga kepentingan sekelompok orang tertentu.
Menurut Alexander usulan yang perlu dikaji dalam revisi Undang-Undang Advokat adalah peningkatan standar kompetensi advokat sejak pendidikan, ujian, dan pengangkatan juga pendidikan lanjutan dan uji kompetensi berkala.
Usia minimal dan maksimal pengangkatan Advokat pun perlu diperhatikan untuk memastikan setiap advokat memiliki kemampuan dan pengetahuan terkini untuk memberikan pelayanan hukum yang berkualitas serta mengeliminasi sumber daya yang tidak layak.
Selain itu pembentukan dewan etik profesi advokat yang terintegrasi, independen dan representatif juga harus diperhatikan dengan harapan dapat mengawasi praktik yang dilakukan oleh para advokat, memberikan sanksi etik kepada oknum advokat nakal dan juga perlindungan hukum bagi advokat yang menjalankan tugas profesi secara benar.
“Sehingga tidak ada lagi oknum advokat nakal ‘kutu loncat’ yang dipecat pada organisasi satu lalu pindah ke organisasi lainnya,” jelasnya.
Alexander sebagai seorang advokat dan bagian dari komunitas hukum di Indonesia mendorong semua pihak berkontribusi aktif dalam pembahasan dan penyusunan revisi Undang-Undang Advokat ini. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga legislatif, institusi pendidikan hukum, dan organisasi advokat diperlukan untuk menciptakan regulasi yang komprehensif dan responsif.
“Revisi undang-undang harus memperkuat integritas profesi advokat dan memastikan bahwa marwah profesi advokat tetap terjaga sebagai penegak hukum yang setara dengan kepolisian, kejaksaan dan kehakiman,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(DEN)