Bisnis.com, JAKARTA – Kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) membawa perubahan signifikan dalam tatanan perdagangan internasional.
Dengan slogan ‘America First’, Trump memperkenalkan kebijakan proteksionis yang berfokus pada peningkatan tarif impor dan renegosiasi perjanjian dagang.
Bagi Indonesia, kebijakan ini memberikan tantangan baru, terutama bagi pelaku UMKM yang berorientasi ekspor. Ketidakpastian pasar global, penurunan permintaan, serta risiko gagal bayar menjadi ancaman nyata yang harus dihadapi.
Peran UMKM dalam perekonomian Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata. Data Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa UMKM menyumbang sekitar 15% dari total ekspor nasional. Meskipun kontribusinya tidak sebesar perusahaan besar, UMKM memainkan peran kunci dalam diversifikasi ekspor dan penciptaan lapangan kerja. Dengan situasi perdagangan global yang makin dinamis, perlindungan dan pemberdayaan UMKM menjadi prioritas utama.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia pada Oktober 2024 mencapai US$22,36 miliar, meningkat 6,34% dibanding dengan bulan sebelumnya. Sektor-sektor seperti pertanian, perikanan, dan tekstil menunjukkan pertumbuhan yang menjanjikan. Namun, di sisi lain, ekspor ke AS justru mengalami penurunan sebesar 2,1% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini mengindikasikan dampak langsung dari kebijakan proteksionis AS terhadap produk-produk Indonesia.
Strategi Trump yang agresif terhadap China menciptakan dinamika baru dalam perdagangan internasional. Perang dagang antara AS dan China, misalnya, tidak hanya memengaruhi kedua negara tersebut, tetapi juga memberikan dampak domino ke negara-negara mitra dagang, termasuk Indonesia.
Ketegangan ini membuka peluang bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan pasar di AS yang sebelumnya didominasi oleh produk China. Namun, pada saat yang sama, kenaikan tarif terhadap China dapat memengaruhi harga bahan baku impor Indonesia, yang sebagian besar berasal dari negara tersebut. Hal ini tentu berdampak pada biaya produksi, terutama bagi UMKM berorientasi ekspor yang sangat bergantung pada bahan baku impor.
Salah satu solusi yang dapat ditempuh adalah diversifikasi pasar. Ketergantungan Indonesia pada pasar tradisional seperti AS dan China harus diimbangi dengan pembukaan akses ke pasar-pasar non-tradisional seperti Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Latin. Langkah ini bukan hanya membuka peluang baru bagi produk Indonesia, tetapi juga mengurangi risiko bergantung pada pasar tertentu yang rentan terhadap kebijakan proteksionis.
Selain itu, transformasi digital menjadi kebutuhan mendesak. Dengan memanfaatkan platform e-commerce internasional, UMKM berorientasi ekspor dapat memperluas jangkauan pasar tanpa perlu menanggung biaya promosi yang besar. Pemerintah dapat membantu dengan menyediakan pelatihan dan dukungan teknis bagi pelaku UMKM untuk mengadopsi teknologi digital. Langkah ini juga sejalan dengan upaya memperkuat citra produk Indonesia di kancah internasional.
Dalam jangka panjang, negosiasi perdagangan bilateral dan multilateral harus diperkuat. Pemerintah perlu memastikan bahwa produk-produk UMKM berorientasi ekspor mendapatkan perlakuan yang adil dan preferensial dalam kesepakatan perdagangan internasional. Hal ini dapat dicapai melalui lobi diplomatik yang intensif serta kerja sama dengan negara-negara mitra dagang.
Hubungan perdagangan antara AS dan China juga memberikan pelajaran penting bagi Indonesia. Ketegangan antara dua kekuatan ekonomi dunia ini menciptakan peluang strategis bagi Indonesia untuk mengambil alih sebagian pasar yang ditinggalkan. Namun, peluang ini harus diimbangi dengan strategi yang hati-hati, mengingat dampak tidak langsung seperti kenaikan harga bahan baku dapat mengganggu stabilitas biaya produksi di dalam negeri.
Fasilitas pembiayaan ekspor juga perlu diperkuat. Peranan Pembiayaan Ekspor dan Asuransi Ekspor memiliki peran strategis dalam menyediakan pendanaan dan asuransi bagi pelaku ekspor, sehingga risiko gagal bayar dapat diminimalkan. Pemerintah juga dapat memberikan insentif kepada UMKM berorientasi ekspor untuk memanfaatkan layanan pembiayaan dan perlindungan asuransi ini, sehingga mereka lebih percaya diri dalam menembus pasar global.
Pemerintah juga harus memperhatikan risiko gagal bayar yang meningkat akibat ketidakpastian pasar global. Untuk itu, peran asuransi perdagangan perlu ditingkatkan. Dengan memberikan perlindungan terhadap risiko ini, pelaku usaha, khususnya UMKM berorientasi ekspor, dapat lebih fokus pada peningkatan kualitas dan kuantitas produksi.
Di sisi lain, kebijakan domestik juga harus mendukung daya saing UMKM berorientasi ekspor di pasar internasional. Penyederhanaan regulasi ekspor, peningkatan infrastruktur logistik, dan penurunan biaya transportasi menjadi langkah yang perlu diambil untuk menciptakan ekosistem yang lebih mendukung bagi pelaku usaha.
Kesimpulannya, kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh Trump telah memberikan tantangan besar bagi Indonesia. Namun, dengan strategi yang tepat, tantangan ini dapat diubah menjadi peluang untuk memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan internasional. Diversifikasi pasar, penguatan pembiayaan dan perlindungan ekspor, adopsi teknologi digital, dan peningkatan diplomasi perdagangan menjadi kunci utama yang harus diperhatikan.
Pemerintah perlu berperan aktif sebagai fasilitator sekaligus pelindung bagi pelaku UMKM berorientasi ekspor. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat internasional harus terus ditingkatkan untuk menciptakan ekosistem perdagangan yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan langkah-langkah ini, UMKM Indonesia tidak hanya dapat bertahan, tetapi juga berkembang menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional di tengah dinamika global yang terus berubah.