TRIBUNNEWS.com – Israel diketahui telah melancarkan serangan bertubi-tubi terhadap Suriah, pasca-runtuhnya rezim Bashar al-Assad beberapa waktu lalu.
TV Al-Ghad yang bermarkas di Yordania, melaporkan Israel menargetkan sejumlah fasilitas militer penting Suriah pada akhir pekan lalu.
Jet tempur Israel dikatakan menghantam gudang rudal balistik Scud, peluncur roket, dan bandara militer Nasiriyah di wilayah Qalamoun.
Selain itu, Israel juga dilaporkan menargetkan terowongan senjata milik Iran di Suriah, yang disebutkan menampung sistem rudal canggih.
Pejabat Israel sebelumnya diketahui telah menekankan, serangan di Suriah bertujuan untuk mencegah pengiriman senjata ke Hizbullah dan pasukan lain yang didukung Iran.
Sementara itu, baru-baru ini, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bicara soal Iran.
Netanyahu mengklaim serangan Israel terhadap Iran dan sekutunya selama beberapa bulan terakhir, telah menghancurkan Poros Perlawanan yang dipimpin Teheran.
“Setahun yang lalu, saya katakan kita akan mengubah wajah Timur Tengah, dan kita melakukannya.”
“Suriah (sekarang) bukan Suriah yang sama. Lebanon (saat ini) bukan Lebanon yang sama Gaza (juga) bukan Gaza yang sama.”
“Dan kepala (pemimpin) Poros (Perlawanan), Iran, bukan lagi Iran yang sama. Mereka merasakan kekuatan kita,” ujar Netanyahu dalam sebuah pernyataan, Minggu (15/12/2024), dikutip dari Iran International.
Sejak jatuhnya Assad, Israel telah meningkatkan serangan udara terhadap posisi tentara Suriah dan militan yang didukung Iran di seluruh negara Arab.
Israel berdalih, serangan itu untuk mencegah pemberontak mengakses aset militer canggih yang mungkin digunakan untuk menyerang mereka.
“Pada hari Sabtu, Sekretaris Jenderal Hizbullah, Naim Qassem, mengatakan secara terbuka: ‘Hizbullah telah kehilangan rute pasokan militernya melalui Suriah.'”
“Ini, tentu saja, merupakan bukti tambahan atas pukulan telak yang telah kami berikan kepada seluruh poros Iran,” tutur Netanyahu.
Namun, ia memperingatkan serangan udara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) akan terus mencegah Teheran dan proksinya menyerang Israel.
“Saya dengan tegas menyatakan kepada Hizbullah dan Iran: Untuk mencegah Anda menyerang kami, kami akan terus mengambil tindakan terhadap Anda sebagaimana diperlukan, di setiap arena dan setiap saat,” tegasnya.
Israel Layangkan Ancaman Terhadap HTS
Israel diketahui juga melayangkan ancaman terhadap oposisi Suriah, Hay’at Tahrir Al-Sham (HTS).
Hal ini disampaikan jurnalis dan analis politik Israel, Barak Ravid, dalam wawancara dengan CNN.
Ravid mengatakan pesan ancaman itu disampaikan Israel kepada HTS lewat tiga pihak.
Israel, kata Ravid, memperingatkan HTS untuk tidak mendekati perbatasan.
“Kami (tentara pendudukan Israel) tak akan tinggal diam jika HTS mendekati perbatasan,” ujar Ravid menirukan pesan itu, Sabtu (14/12/2024).
Ia menambahkan, Israel memiliki hubungan dekat dengan beberapa kelompok di Suriah, terutama kelompok Kurdi di wilayah utara negara itu.
Ravid juga menyebut Israel akrab dengan komunitas Druze di Dataran Tinggi Golan Suriah.
“Terkait dengan Druze di Suriah, Israel telah memberi tahu Druze di Israel, Mereka (Druze di Israel) akan melakukan intervensi jika komunitas Druze di Suriah terancam,” ungkap Ravid.
Ravid mencatat, Israel menunjukkan keraguan besar terhadap HTS.
Keraguan itu jauh lebih besar dibanding yang ditunjukkan oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, atau negara-negara Eropa terhadap kelompok tersebut.
Ia menyatakan Israel saat ini berupaya melemahkan kemampuan tentara Suriah yang tersisa.
Ia juga menekankan, Israel akan terus mengebom fasilitas-fasilitas militer yang tersisa dalam beberapa hari mendatang, yang mencerminkan tujuan rezim Zionis untuk melemahkan tentara Suriah.
Ravid menyatakan Israel bermaksud memanfaatkan situasi saat ini untuk memastikan pihak manapun yang menguasai Suriah dalam beberapa tahun mendatang, akan membutuhkan waktu lama untuk membangun kembali tentaranya.
Tumbangnya Rezim al-Assad
Diketahui, rezim Presiden Suriah, Bashar al-Assad, tumbang setelah puluhan tahun berkuasa, Minggu(7/12/2024), ketika ibu kota Damaskus jatuh ke tangan oposisi.
Kelompok oposisi bersenjata terlibat dalam perjuangan panjang dalam upaya menjatuhkan rezim al-Assad, dikutip dari Middle East Monitor.
Setelah bentrokan meningkat pada 27 November 2024, rezim al-Assad kehilangan banyak kendali atas banyak wilayah, mulai Aleppo, Idlib, hingga Hama.
Akhirnya, saat rakyat turun ke jalanan di Damaskus, pasukan rezim mulai menarik diri dari lembaga-lembaga publik dan jalan-jalan.
Sementara, kelompok oposisi mempererat cengkeraman mereka di pusat kota.
Dengan diserahkannya Damaskus ke oposisi, rezim al-Assad selama 61 tahun resmi berakhir.
Al-Assad bersama keluarganya diketahui melarikan diri dari Suriah, usai oposisi menguasai Damaskus.
Rezim al-Assad dimulai ketika Partai Baath Sosialis Arab berkuasa di Suriah pada 1963, lewat kudeta.
Pada 1970, ayah al-Assad, Hafez al-Assad, merebut kekuasaan dalam kudeta internal partai.
Setahun setelahnya, Hafez al-Assad resmi menjadi Presiden Suriah.
Ia terus berkuasa hingga kematiannya di tahun 2000, yang kemudian dilanjutkan oleh al-Assad.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)