Soal Usulan Kepala Daerah Dipilih DPRD, Pengamat: Belum Tentu Selera Rakyat
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai, usulan Presiden
Prabowo
Subianto mengenai kepala daerah dipilih
DPRD
agar lebih efisien, dapat mengebiri hak politik rakyat.
Adi menyebut, rakyat jadi tidak bisa memilih kepala daerah berdasarkan seleranya, melainkan hanya selera elite politik.
“Jelas ini mengebiri hak politik rakyat. Karena rakyat tak bisa memilih gubernur, bupati, dan wali kota sesuai selera mereka. Bisa jadi yang terpilih jadi kepala daerah hanya selera elite, bukan selera rakyat,” ujar Adi kepada
Kompas.com
, Minggu (15/12/2024).
Adi menjelaskan, meski
kepala daerah dipilih DPRD
, bukan berarti politik uang sirna.
Dia menegaskan politik uang akan terus terjadi, hanya saja bergeser ke sejumlah elite kunci, bukan ke rakyat.
“Pertama ke elite partai. Untuk mencalonkan diri pasti harus keluar modal untuk dapat rekomendasi partai. Kedua, untuk dipilih oleh DPRD, sang calon pastinya persiapkan logistik yang juga fantastik,” tuturnya.
Menurut Adi, jika yang dikhawatirkan adalah biaya penyelenggaraan pilkada mahal, maka DPR dan pemerintah tinggal membuat aturan untuk menekan biaya pilkada rendah.
Apalagi, kata dia, pemerintah dan DPR memang memiliki wewenang.
“Kalau perlu penyelenggara
pemilu
ad hoc
saja, toh kerjaan penyelenggara cuma 5 tahun sekali. Yang mahal kan fasilitas penyelenggara semacam ini. Padahal kerjaannya 5 tahun sekali saja,” jelas Adi.
“Pilkada oleh DPRD pastinya hanya menguntungkan partai yang menang pilpres. Siapapun pemenang pilpresnya. Atas nama soliditas koalisi nasional, partai koalisi bisa dikondisikan supaya tak ajukan calon. Buktinya sekarang koalisi KIM Plus terjadi di mana-mana yang hanya melawan jagoan dari 1 partai non koalisi,” sambungnya.
Sementara itu, Adi meyakini akan ada banyak calon boneka, karena kandidasi pencalonan bisa diatur-atur.
Dia yakin pemilihan oleh DPRD akan diatur seolah ada kompetisi, padahal pemenangnya sudah dikondisikan, sudah diatur siapa yang harus jadi calon pemenang, dan siapa yang jadi calon boneka.
“Elite tak takut pada rakyat. Karena untuk jadi kepala daerah tak perlu turun langsung ke rakyat. Cukup yakinkan segelintir elite partai yang punya kuasa atur-atur suara DPRD,” imbuh Adi.
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto membandingkan sistem politik Indonesia dengan negara tetangga, di mana negara seperti Malaysia, Singapura, dan India jauh lebih efisien pemilihannya.
Menurutnya, negara tetangga hanya melaksanakan pemilihan sebanyak satu kali, yakni untuk anggota DPRD-nya saja. Selebihnya, DPRD lah yang memilih bupati hingga gubernur.
Prabowo lantas membandingkan dengan sistem pemilihan di Indonesia yang bisa menghabiskan anggaran triliunan rupiah dalam 1-2 hari saja.
Hal tersebut Prabowo sampaikan saat menghadiri HUT Golkar di Sentul, Kamis (12/12/2024) malam.
“Ketum Partai Golkar salah satu partai besar, tapi menyampaikan perlu ada pemikiran memperbaiki sistem partai politik. Apalagi ada Mbak Puan kawan-kawan dari PDI-P, kawan-kawan partai lain, mari kita berpikir, mari kita tanya, apa sistem ini, berapa puluh triliun habis dalam 1-2 hari. Dari negara maupun dari tokoh politik masing-masing,” ujar Prabowo.
“Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itu lah yang milih gubernur, yang milih bupati,” sambungnya.
Prabowo mengatakan, sistem seperti di negara tetangga itu jauh lebih hemat ketimbang pemilihan di Indonesia.
Padahal, uang yang dikeluarkan untuk pemilihan bisa dimanfaatkan untuk makanan anak-anak, perbaikan sekolah, hingga perbaikan irigasi.
“Ini sebetulnya begitu banyak ketum partai di sini sebenarnya bisa kita putuskan malam hari ini juga, gimana?” tanya Prabowo disambut tawa.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.