Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Paparan timbal berdampak serius pada kesehatan, terutama pada anak-anak, dengan risiko seperti anemia, gangguan sistem imun, menurunnya poin IQ serta gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik anak.
Karena anak merupakan generasi penerus bangsa, upaya perlindungan terhadap anak-anak dari bahaya timbal perlu diinisiasi.
Dengan dukungan berbagai pihak, Kementerian Kesehatan membangun sistem pengawasan timbal dalam darah anak di Indonesia dengan menyelenggarakan Surveilans Kadar Timbal Darah (SKTD) tahap pertama sebagai langkah awal.
“Hal ini akan menjadi langkah awal yang penting menuju pencegahan paparan timbal yang efektif pada masa kanak-kanak bersamaan dengan pengurangan sumber timbal, penguatan sistem kesehatan, dan peningkatan kesadaran,” ujar Direktorat Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Anas Ma’ruf, MKM
di Jakarta, Jumat (13/12).
Pada 2019, Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) memperkirakan 8,2 juta anak Indonesia memiliki kadar timbal darah (KTD) di atas 5 mikrogram per desiliter (µg/dL), tingkat yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk intervensi kesehatan masyarakat.
Sebelumnya juga ada sekitar 20 penelitian lokal di Indonesia terkait kadar timbal darah pada anak-anak yang menunjukkan pentingnya pemantauan paparan timbal pada anak-anak.
Kegiatan Piloting SKTD tahap pertama yang dikoordinasikan oleh Kementerian Kesehatan dan dijadwalkan berlangsung pada Januari – Juli 2025 akan mencakup pemeriksaan darah untuk mengetahui KTD pada anak, serta kegiatan kunjungan ke rumah untuk mengambil sampel berupa debu, tanah, air, dan barang sehari-hari untuk diukur kadar timbalnya.
Direktur Yayasan Pure Earth Indonesia Budi Susilorini mengatakan penting bagi orang tua untuk tahu sejak dini apakah ada timbal dalam darah anak dan apa saja potensi sumbernya.
Sehingga, orang tua bisa segera mengambil langkah untuk mencegah anak dari bahaya paparan timbal dan memastikan tumbuh kembangnya berjalan optimal.
“Oleh karena itu, identifikasi sumber pencemar menjadi komponen penting dalam kegiatan ini dikarenakan dari hasil studi yang pernah dilakukan, termasuk di Indonesia, menunjukkan beragamnya sumber pencemar, bahkan dari produk yang kita gunakan sehari-hari. Sebagai mitra pembangunan, kami berpartisipasi aktif dalam proses penyiapan dan pelaksanaan SKTD, serta nantinya dalam perumusan tindak lanjut dari hasil SKTD ini,” tutur Budi.
dr. Anas menambahkan, pihaknya sangat berharap hasil dari SKTD tahap pertama ini dapat menjadi alat dalam pemantauan kadar timbal darah anak secara nasional dan berkelanjutan, sehingga kebijakan dalam pengendalian paparan timbal dapat ditetapkan secara efektif dan upaya mengurangi paparan timbal bagi anak Indonesia bisa terus mengalami kemajuan.