Jakarta –
Kazakhstan ikut dalam persaingan global mengekstraksi logam tanah jarang atau unsur tanah jarang yang berharga. Negara ini disebut tak hanya dapat bersaing dengan China, tetapi bahkan menyalipnya dalam hal produksi.
Hal ini disampaikan pakar pembangunan internasional Javier Piedra yang juga merupakan konsultan keuangan dan mantan perwakilan Badan Pembangunan Internasional AS (USAID). Ia melaporkan bahwa China saat ini menguasai 70% produksi logam tanah jarang global.
“Selain itu, karena hubungan China yang menegang dengan Barat, Kazakhstan berada dalam posisi yang menguntungkan untuk mengembangkan industri dalam negerinya di sektor tersebut,” ujarnya seperti dikutip dari The Times of Central Asia, Selasa (10/12/2024).
Dalam sebuah laporan oleh Asia Times, Piedra menyatakan bahwa Kazakhstan dapat menyamai China dalam menambang unsur tanah jarang seperti skandium, itrium, dan 15 lantanida, yang digunakan dalam produksi komputer, turbin, dan mobil.
Investor Eropa dan Amerika secara aktif mencari peluang untuk mengembangkan industri di luar China, dan lapisan tanah bawah di Kazakhstan yang kaya akan logam langka, dapat menyediakan sumber daya yang sangat berharga bagi industri seperti teknologi dan manufaktur.
Selain negara-negara Barat, India juga akan memperoleh keuntungan dari ekstraksi unsur tanah jarang Kazakhstan dan menurut pers bisnis India, negara republik ini sudah dapat memenuhi permintaan India akan logam tanah jarang.
Potensi logam tanah jarang Kazakhstan telah diketahui sejak 2010 tetapi sebagian besar diabaikan oleh investor asing karena lebih memilih mengembangkan bisnis mereka di China.
Ekstraksi logam tanah jarang merupakan bisnis yang mahal dan berisiko secara finansial. Eksplorasi untuk mencari endapan juga mahal dan sangat menyita waktu. Namun, kepentingan strategis logam langka semakin meningkat.
Seperti yang diklaim oleh Piedra, semuanya mungkin berubah. “Pemerintah Barat harus mengidentifikasi pemasok alternatif, termasuk Kazakhstan, untuk mengurangi kemungkinan risiko bagi investor dan kemungkinan gangguan pasokan,” ujarnya.
Amerika dan Uni Eropa (UE) kini siap berinvestasi besar-besaran dalam proyek pertambangan skala besar dan tengah menjajaki jalur pasokan alternatif. Saat ini, seluruh konsumsi yttrium dan skandium di Amerika bergantung pada impor, dan UE mengimpor 98% logam langkanya dari China.
September lalu, New York menjadi tuan rumah pertemuan puncak presidensial yang dihadiri perwakilan dari Kazakhstan, Kyrgyzstan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Amerika membahas eksplorasi dan produksi logam langka yang penting.
Piedra yakin bahwa Kazakhstan siap untuk mendapatkan keuntungan dari cadangan logam tanah jarangnya, tetapi penambangan pertama-tama perlu diperbarui untuk memenuhi persyaratan lingkungan saat ini. Kehati-hatian juga diperlukan saat memilih calon investor.
“Kazakhstan akan waspada terhadap diplomat, konsultan asing, dan penambang dengan pandangan dunia yang ketinggalan zaman dan ambisi geopolitik yang tidak berdasar. Negara-negara Asia Tengah akan mencegah upaya untuk menembus mereka ‘melalui pintu belakang.’ Trik semacam itu mungkin berhasil di tahun 90-an, tetapi tidak sekarang,” Piedra memperingatkan.
Sementara itu, otoritas Kazakhstan terus menjajaki peluang untuk memanfaatkan endapan tanah jarang. November lalu di Astana, Kassym-Jomart Tokayev dan Emmanuel Macron membahas ekstraksi mineral penting yang strategis, dan bulan lalu dialog alternatif diadakan antara presiden Kazakhstan dan Amerika.
(rns/fay)