Jakarta: Penegak hukum mesti memegang 2 ‘kunci’ untuk menangkap Harun Masiku. Pertama, yakni transparansi dan selanjutnya adalah akuntabilitas.
“Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama dalam menyelesaikan kasus Harun Masiku dan buronan lainnya. Ini bukan hanya tentang keadilan dalam satu kasus, tetapi tentang memperkuat sistem hukum negara,” kata pengamat hukum dan aktivis antikorupsi, Hardjuno Wiwoho, dalam keterangan yang dikutip Jumat, 6 Desember 2024.
Menurut Hardjuno, kedua hal itu belum menjadi pegangan penegak hukum dalam menangkap Harun. Dia membeberkan ada hal yang ditutup-tutupi terkait kasus itu, terbukti dari koordinasi yang lemah antarpenegak hukum.
Dia prihatin dengan penegak hukum, khususnya terkait koordinasi antarlembaga. Padahal, sudah ada informasi terkait keberadaannya. Menurut dia, perlu transparansi dan akuntabilitas terkait penanganan kasus ini.
“Aparat penegak hukum harus mempercepat penyelidikan dan mengevaluasi kendala yang ada,” tegasnya.
Hardjuno menegaskan, momentum ini harus dimanfaatkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga terkait untuk meningkatkan upaya penegakan hukum. Selain itu, Hardjuno menyerukan pemerintah menunjukkan komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi.
“Kasus ini adalah cerminan dari bagaimana kita memerangi korupsi, yang merupakan penyakit sistemik yang menggerogoti moralitas bangsa dan pembangunan nasional,” lanjutnya.
Hardjuno menegaskan hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Karena itu, setiap individu yang terlibat dalam pelanggaran hukum harus bertanggung jawab di hadapan keadilan.
Perkara itu kembali menjadi perhatian, setelah Maruarar Sirait mengumumkan sayembara Rp8 miliar bagi siapa pun yang dapat menangkapnya. Hal tersebut dinilai menggambarkan penanganan kasus sejak 2020 itu menemui jalan buntu.
“Kasus Harun Masiku tidak hanya soal seorang individu, tetapi telah menjadi simbol persoalan mendasar dalam sistem hukum kita,” kata dia.
Jakarta: Penegak hukum mesti memegang 2 ‘kunci’ untuk menangkap Harun Masiku. Pertama, yakni transparansi dan selanjutnya adalah akuntabilitas.
“Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama dalam menyelesaikan kasus Harun Masiku dan buronan lainnya. Ini bukan hanya tentang keadilan dalam satu kasus, tetapi tentang memperkuat sistem hukum negara,” kata pengamat hukum dan aktivis antikorupsi, Hardjuno Wiwoho, dalam keterangan yang dikutip Jumat, 6 Desember 2024.
Menurut Hardjuno, kedua hal itu belum menjadi pegangan penegak hukum dalam menangkap Harun. Dia membeberkan ada hal yang ditutup-tutupi terkait kasus itu, terbukti dari koordinasi yang lemah antarpenegak hukum.
Dia prihatin dengan penegak hukum, khususnya terkait koordinasi antarlembaga. Padahal, sudah ada informasi terkait keberadaannya. Menurut dia, perlu transparansi dan akuntabilitas terkait penanganan kasus ini.
“Aparat penegak hukum harus mempercepat penyelidikan dan mengevaluasi kendala yang ada,” tegasnya.
Hardjuno menegaskan, momentum ini harus dimanfaatkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga terkait untuk meningkatkan upaya penegakan hukum. Selain itu, Hardjuno menyerukan pemerintah menunjukkan komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi.
“Kasus ini adalah cerminan dari bagaimana kita memerangi korupsi, yang merupakan penyakit sistemik yang menggerogoti moralitas bangsa dan pembangunan nasional,” lanjutnya.
Hardjuno menegaskan hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Karena itu, setiap individu yang terlibat dalam pelanggaran hukum harus bertanggung jawab di hadapan keadilan.
Perkara itu kembali menjadi perhatian, setelah Maruarar Sirait mengumumkan sayembara Rp8 miliar bagi siapa pun yang dapat menangkapnya. Hal tersebut dinilai menggambarkan penanganan kasus sejak 2020 itu menemui jalan buntu.
“Kasus Harun Masiku tidak hanya soal seorang individu, tetapi telah menjadi simbol persoalan mendasar dalam sistem hukum kita,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(ADN)