Bisnis.com, JAKARTA – Serikat pekerja XL Axiata mogok kerja dengan melakukan cuti massal. Mereka menuntut transparansi dalam proses merger antara PT XL Axiata Tbk. (EXCL) dan PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN).
Ketua Umum Serikat Pekerja XL Mustakim mengatakan aksi cuti massal digelar selama 1 hari pada Jumat (6/12/2024). Aksi ini berisiko sedikit mengganggu layanan yang diberikan XL Axiata kepada lebih dari 58 juta pelanggan perusahaan. Namun, lanjutnya, untuk layanan kritis diharapkan tidak mengalami gangguan.
Total karyawan yang melakukan cuti massal di kantor pusat dan regional, ujar Mustakim, mencapai hampir 1.000 orang dari total sekitar 1.600 pegawai XL Axiata.
“Proses yang berkurang dan proyek yang tersendat mungkin bakal terdampak. Sementara kami mengambil aksi cuti massal. Tetapi jika situasinya berbeda, kami akan lebih lagi, entah mogok nasional, jangka waktunya,” kata Mustakim kepada Bisnis, Jumat (6/12/2024).
Mustakim mengatakan aksi cuti massal ini merupakan bentuk kekecewaan kepada Axiata Malaysia yang tidak melibatkan karyawan dan kurang transparan dalam menjalankan proses merger dengan Smartfren.
Mustakim membandingkan saat XL Axiata dan Axis Indonesia merger pada 2014. Saat itu proses merger sangat terbuka dan serikat pekerja dilibatkan.
Saat itu manajemen XL dan Axis mengumpulkan para pegawai dan menjabarkan mengenai proses, tahapan, dan hak-hak karyawan bagi yang ingin bergabung maupun yang menolak. Karyawan juga ditawarkan perhitungan paket jika bersedia atau menolak bergabung dengan perusahaan baru.
Dalam kasus merger XL Axiata – Smartfren, kata Mustakim, karyawan sama sekali tidak dilibatkan bahkan sekelas jajaran direksi pun, kata Mustakim, tidak mengetahui proses merger.
“Informasi tertutup. Belakangan kami tahu tidak ada informasi yang jelas juga ke board of directors (BoD). Kami tidak tahu juga di sana ada dinamika apa,” kata Mustakim.
Penampakan ruangan customer service XL Axiata/istimewaPerbesar
Performa
Mustakim juga khawatir merger kedua perusahaan tidak memberikan hak yang optimal kepada karyawan terdampak, mengingat kinerja kedua perusahaan berbeda.
Pada kuartal III/2024, XL Axiata mencatatkan laba sebesar Rp1,32 triliun atau naik 31,7% secara tahunan. Sementara itu, Smartfren membukukan rugi Rp1 triliun, membengkak 68% year on year/Yoy. Penggabungan keduanya akan melahirkan sebuah perusahaan yang secara perhitungan kurang baik.
“Analoginya kami untung 1.000, sebelah rugi 5.000, kami tidak ingin ketika digabung menjadi perusahaan yang rugi 4.000. Kami kan tidak mau seperti itu. Kalau rugi, ketika ada rasionalisasi hitungannya pensiunnya kan juga berbeda. Jadi merosot banget, kami sangat khawatir,” kata Mustakim.
Mustakim mengatakan untuk menghilangkan rasa khawatir tersebut, SPXL menuntut transparansi. Para pemangku kepentingan perlu melibatkan serikat pekerja dalam pembahasan merger tersebut.
Pengunduran Diri Dian Siswarini
Mustakim juga bertanya-tanya mengenai pengunduran diri Presiden Direktur dan CEO XL Axiata Dian Siswarini di tengah maraknya isu merger. Dian selama ini memiliki pencapaian yang cukup gemilang dengan menghadirkan kinerja cukup solid bagi perusahaan serta inovasi fixed mobile convergence (FMC) di industri telekomunikasi.
Dia menuturkan meski dalam keterangan resminya Dian telah menyampaikan pengunduran dirinya karena ingin fokus pada hal baru, SPXL masih mempertanyakan penyebab mundurnya Dian.
“Saya tidak pasti atau tidak tetapi kenapa waktunya pas dengan merger, kami juga bertanya-tanya,” kata Mustakim.
Diketahui, pada 3 Desember 2024, Dia memutuskan untuk mundur dari XL Axiata setelah lebih dari 25 tahun berkiprah di perusahaan telekomunikasi tersebut. Pengunduran diri Dian berlaku efektif 3 bulan setelah RUPS digelar.
Pengunduran Dian juga menimbulkan pertanyaan mengenai pucuk pimpinan di perusahaan hasil merger nanti, termasuk transparansi pemilihan di dalamnya.
Mustakim berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) hingga Kemenaker dapat terlibat dalam proses merger ini. Pemerintah juga harus mengawal nasib para karyawan XL Axiata.
“Jangan hanya fokus pada bisnisnya, tetapi juga pelaku utama di balik itu harus diperhatikan. Hak-haknya harus dilindungi,” kata Mustakim.
Sebelumnya, Chairman Sinar Mas Group Franky Oesman Widjaja mengatakan Sinar Mas masih terus melakukan pembicaraan dengan EXCL mengenai aksi korporasi tersebut. “MergeCo itu yang kita sedang bicarakan dengan XL,” jelasnya.
Sementara itu, pada Juni 2024, Group Chief Financial Officer Axiata Nik Rizal Kamil mengatakan proses merger diharapkan dapat rampung tahun ini atau lebih cepat.
Dari sisi spektrum, kata NIK, emiten bersandi saham EXCL itu mengaku sangat sulit bersaing secara mandiri dengan PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dan PT Indosat Tbk. (ISAT) atau Indosat Ooredoo Hutchison (IOH).
Pasalnya, tambah Nik, Telkomsel dan Indosat Ooredoo Hutchison memiliki spektrum lebih dari 150 MHz. Sedangkan XL Axiata hanya memiliki sekitar 90 MHz. Serta, Smartfren memiliki spektrum sekitar 60 MHz.
“Jika Anda memiliki spektrum yang lebih sedikit, Anda harus memasang lebih banyak menara dan infrastruktur untuk mencapai tingkat cakupan yang sama,” jelas Nik.