Jakarta –
Geger kasus pembunuhan ayah oleh anak kandung sendiri, yang masih berusia 14 tahun. Nenek dari anak tersebut juga dilaporkan tewas, sementara ibu-nya dilaporkan tengah mengalami kondisi kritis. Anak berinisial MAS itu menyerang ketiga anggota keluarganya setelah mengaku mendapat ‘bisikan’ di malam hari saat kesulitan tidur.
Hingga kini, polisi masih menyelidiki lebih dalam motif apa yang membuat MAS melakukan aksi nekat tersebut ke keluarganya sendiri.
“Ya, interogasi awalnya dia merasa dia tidak bisa tidur, terus ada hal-hal yang membisiki dialah, meresahkan dia, seperti itu,” ujar Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung.
KPAI Soroti Pola Asuh Anak
Menyoal kasus terkait, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dian Sasmita menjelaskan tidak semua anak tumbuh dengan respons sesuai yang diharapkan orang dewasa. Pertumbuhan mereka dinilai dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, termasuk pola asuh keluarga hingga dampak lingkungan sekitar lantaran sebagian besar waktu dihabiskan dalam dua lingkungan tersebut.
“Kehidupan dan tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi faktor-faktor di luar diri anak. Dia tidak mampu mengkreasikan sendiri kehidupannya akan seperti apa,” kata Dian dalam keterangan resmi yang diterima detikcom, Senin (2/12/2024)
“Oleh karena, perilaku-perilaku anak yang melanggar hukum perlu dilihat faktor-faktor risiko anak yang tidak pernah tunggal,” lanjutnya.
KPAI kemudian melakukan koordinasi dengan semua pihak dalam kerangka Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) di Polres Jakarta Selatan. Mengingat, kasus pembunuhan dengan pelaku anak-anak bukan kali pertama terjadi.
“Kita perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengasuhan yang baik dan penuh kasih sayang.”
“Serta lingkungan pendidikan yang bebas kekerasaan dan mendukung pengembangan karakter anak. Ini tugas kita bersama untuk menciptakan lingkungan anak yang lebih baik,” jelas dia.
Dian menghormati proses hukum yang dilakukan Polres Jakarta Selatan. Namun, dirinya meminta selama proses hukum berjalan, hak-hak anak ikut terpenuhi termasuk pendampingan hukum dan psikososial.
“Anak berkonflik hukum adalah bagian dari anak Indonesia, anak kita bersama. Mari kita lindungi identitasnya karena anak anak tersebut masih punya kesempatan kedua untuk menggapai mimpi layaknya remaja-remaja lainnya,” pungkasnya.
(naf/kna)