Blitar (beritajatim.com) – Bupati Blitar, Rini Syarifah menyerahkan 100 sertifikat tanah kepada eks pekerja PT Harta Mulia Desa Modangan, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Mak Rini sapaan akrab Bupati Blitar memberikan langsung ratusan sertifikat tanah tersebut kepada warga, Senin (22/04/24).
Di hadapan masyarakat, Mak Rini menyampaikan rasa bahagianya karena bisa membantu warga mendapatkan legalitas tanah yang mereka tempati selama ini. Ketua DPC PKB Kabupaten Blitar tersebut juga berpesan agar sertifikat tanah yang diberikan ini bisa dijaga dengan baik oleh warga.
“Sertifikat yang bapak ibu terima bisa dijadikan agunan di bank. Saya harap bapak ibu tidak memanfaatkannya untuk keperluan konsumtif namun bisa dijadikan modal usaha untuk mengingatkan kesejahteraan keluarga,” kata Rini Syarifah, Bupati Blitar.
Dalam kesempatan tersebut, Mak Rini juga memberikan pemahaman kepada warga agar tidak takut mengurus sertifikasi atas tanahnya. Bupati perempuan tersebut juga berpesan kepada BPN Kabupaten Blitar agar terus memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang program PTSL.
“Masih banyak masyarakat yang ragu untuk membuat sertifikat karena akan menimbulkan hal hal rumit di masa depan. Saya berharap BPN dapat meluruskan hal hal semacam ini karena negara hadir untuk membantu masyarakat agar tidak timbul konflik,” tegasnya.
Sementara itu, Wima Brahmantya, Direktur Utama PT Harta Mulia Blitar menyebut langkah ini, merupakan implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang pelaksanaan reforma agraria dan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang percepatan pelaksanaan reforma agraria, yang mewajibkan kami melepas minimal 20% lahan perkebunan. Diharapkan dengan adanya redistribusi ini bisa memberikan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Redistribusi ini juga bakal menciptakan kondusifitas warga yang menempati tanah PT Harta Mulia. Sehingga dengan begitu diharapkan konflik agraria di lokasi itu bisa berkurang.
“Jadi pada hari ini, kita secara resmi melepas lahan yang dikuasai oleh PT Harta Mulia”, ungkap Wima Brahmantya”.
Lebih lanjut, Wima Brahmantya menegaskan bahwa hal tersebut dilakukan dengan harapan ke depannya dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat, utamanya di sektor ekonomi. Meskipun sudah secara legal kita berpisah, tetapi dari segi semangat kita masih bisa Bersatu dengan saling mensupport baik dalam hal keamanan, kenyamanan, dan kesejahteraan.
“Langkah ini merupakan implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang pelaksanaan reforma agraria dan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang percepatan pelaksanaan reforma agraria, yang mewajibkan kami melepas minimal 20% lahan perkebunan. Lahan perkebunan bentuknya HGU yang saat ini prosesnya masih dalam proses perpanjangan dengan dua pertimbangan dalam memberikan lahan 20% yaitu PT Harta Mulia adalah perusahaan yang taat hukum dan sebagai bentuk kontribusi dalam menyejahterakan masyarakat lokal yang masih keturunan dari pekerja atau eks-pekerja di perkebunan Harta Mulia,” sambungnya.
Sementara itu, Suhali (65), selaku karyawan perkebunan PT. Harta Mulia sejak 35 tahun silam mengaku berterima kasih atas adanya redistribusi tanah ini. Ia pun mengaku lebih tenang karena tanah yang ia tempati telah memiliki kekuatan hukum atau legalitas.
“Saya sangat berterima kasih kepada PT Harta Mulia yang sudah banyak membantu perekonomian keluarga saya hingga hari ini. Lahan perkebunan yang diberikan kepada kami selaku pekerja sangat bermanfaat karena dapat meningkatkan taraf perekonomian masyarakat dan kedepannya saya ingin mengelola lahan tersebut dengan beragam tanaman yang beragam,” ucapnya.
Hal serupa juga disampaikan Paulus Wibowo (39), eks karyawan PT. Harta Mulia sejak zaman Belanda itu kini merasa lega karena tanahnya telah dilegalisasi. Wibowo sangat bersyukur karena sertifikat ini sangat berarti bagi dirinya dan keluarganya.
“PT Harta Mulia menjadi satu-satunya perusahaan yang berperan besar dalam kehidupan keluarga saya dari zaman kolonial. Pemberian lahan kepada karyawan ini sangat berarti bagi saya dan keluarga, karena lahan dan rumah yang dulu hanya sekedar kami tempati, sekarang sudah menjadi hak milik sehingga dapat dikelola secara bebas dan mandiri”, ujarnya.
Jika dibandingkan dengan perkebunan lainnya yang ada di Kabupaten Blitar, kegiatan ini berlangsung lancar dan penuh antusiasme dari warga. Harapan ke depan adalah terjalinnya hubungan yang harmonis antara pihak pengelola, karyawan, mantan karyawan, dan masyarakat di sekitar perkebunan, sebagaimana diutarakan oleh Direktur Utama PT Harta Mulia, Wima Brahmantya. (owi/ian)