Jakarta –
Tekad pemerintah untuk berhenti impor beras pada 2025 patut diapresiasi. Namun, tekad berhenti impor beras itu hendaknya berpijak pada prognosa yang penuh kehati-hatian dengan perhitungan akurat. Jangan lupa bahwa beras adalah komoditas paling sensitif, karena berkait langsung dengan kebutuhan sehari-hari masyarakat. Apapun model kebijakannya, pemerintah wajib memastikan bahwa ketersediaan beras harus selalu cukup untuk memenuhi permintaan masyarakat, dan dengan harga terjangkau.
Impor beras dalam beberapa tahun belakangan ini dinilai sebagai langkah realistis yang harus dilakukan, sebagai respons terhadap laporan tentang defisit produksi beras di dalam negeri. Kalau defisit itu tidak ditutup dengan beras impor, akan terjadi kelangkaan di pasar dalam negeri. Kelangkaan menjadi alasan untuk menaikkan harga. Ketika beras langka dan harga melonjak, masyarakat menjadi tidak nyaman.
Sebagaimana diketahui, Badan Pangan Nasional (Bapanas) memastikan Indonesia tidak akan impor beras pada 2025. Impor beras dihentikan karena total kebutuhan beras pada tahun mendatang diperkirakan sudah bisa dipenuhi produksi dalam negeri. Informasi ini menggembirakan karena menjadi pertanda Indonesia mulai fokus pada upaya swasembada beras.
Menurut Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi, semua institusi terkait mulai fokus pada peningkatan produksi beras. Langkah awalnya mencetak sawah seluas 750 ribu hektare selama tiga tahun berturut-turut, mulai dari 2025 hingga 2027. Tambahan areal sawah itu akan menambah volume produksi 2,5 juta ton beras.
Pemerintah perlu berhati-hati dan sebaiknya belajar dari pengalaman, karena mencetak sawah baru pada 2025 belum tentu bisa menutup defisit beras produksi dalam negeri. Tahun lalu, Indonesia impor beras 3,5 juta ton ketika volume produksi dalam negeri per 2023 mencapai 31,10 juta ton, dan kebutuhan atau permintaan pasar lokal mencapai 22.639.224 ton. Tahun 2024 ini, kebutuhan beras nasional diperkirakan 31,2 juta ton, ketika produksi dalam negeri diproyeksikan 30,34 juta ton, atau turun 0,76 juta ton dari tahun sebelumnya.
Selain mencetak areal sawah atau memperluas areal panen padi, ada dua faktor lain yang juga perlu diprioritaskan. Pertama adalah irigasi atau sistem pengairan sawah, dan kedua, memperhitungkan perubahan pola hujan akibat perubahan iklim.
Bambang Soesatyo, Anggota DPR RI/Ketua MPR RI ke-15/Ketua DPR RI ke-20/Ketua Komisi III DPR RI ke-7/Dosen Tetap Pascasarjana Universitas Pertahanan (Unhan), Universitas Borobudur, Trisakti dan Jayabaya
(akd/ega)