Surabaya (beritajatim.com) – Polisi menetapkan pelajar yang menabrak pengendara motor di Jalan Menur Pumpungan Surabaya, Sabtu (18/11/2023) kemarin menjadi Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH).
Keputusan ini diambil setelah penyidik Unit Laka Lantas Polrestabes Surabaya melakukan serangkaian penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi.
Kasat Lantas Polrestabes Surabaya, AKBP Arif Fazlurrahman mengatakan bahwa pelajar berinisial AW (16) itu telah ditahan oleh Polrestabes Surabaya lantaran terbukti bersalah terhadap tewasnya warga Menur bernama Prawito. Prawito tertabrak mobil Kijang Innova L 2544 OA yang dikendarai AW hingga terseret beberapa meter dan tewas di lokasi.
“AW pelajar dibawah umur dan belum memiliki SIM mengendarai unit Toyota Innova L 2544 OA bersama rekannya,” terang Arif ketika pers rilis di Satpas Colombo, Rabu (22/11/2023).
Dari keterangan AW kepada polisi, dirinya memang belum mahir berkendara. Saat itu ia memacu kecepatan mobil hingga 70 kilometer/jam di Jalan Menur Pumpungan. Ia mengaku sedang terburu-buru sehingga berniat menyalip kendaraan didepannya.
“Karena belum mahir, AW lantas menabrak korban bernama Ester Narwati hingga terjatuh. Saat ini korban Ester Narwati sedang dirawat intensif di Rumah Sakit karena mengalami gegar otak,” imbuh Arif.
Sesudah menabrak Ester Narwati, AW terus memacu mobilnya. Ia lantas menabrak Prawito (56) tidak jauh dari lokasi pertama. Prawito pun tewas di lokasi. Warga sekitar yang melihat kejadian itu sempat marah kepada AW dan rekannya.
“Untuk korban Prawito sudah dikebumikan oleh keluarga,” tutur Arif.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, AW dijerat dengan Pasal 310 ayat 4, dan 3 tentang UU lalu- lintas 2009. Dengan hukuman 6 tahun penjara. Namun, karena AW masih berusia anak-anak sesuai dengan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) ia hanya akan menghadapi tuntutan setengah dari hukuman maksimal.
Arif lantas berpesan, agar semua orangtua senantiasa mengingatkan serta lebih tegas melarang, anaknya yang belum memiliki SIM ini, agar tidak diberi izin berkendara bebas.
“Supaya orangtua ikut terus mengawasi. Agar tidak membiasakan dan memberi terus pelajaran, mencegah anaknya berkendara bila belum cukup umur dan memiliki SIM,” tandas Arif. (ang/ted)