Jombang (beritajatim.com) – Diskusi dengan tema ‘Kembalikan DNA Jombang’ menjadi penanda diresmikannya Rumah Peradaban MEP (Menebar Energi Positif), Jombang Citra Raya, Kamis (25/4/2024) sore.
Kegiatan yang digagas oleh MEP Training Center dan Iqro Semesta ini sebagai upaya untuk menelisik dan merawat DNA Kabupaten Jombang yang seutuhnya. Banyak pembahasan menarik dalam diskusi itu. Apalagi berbagai kalangan hadir dalam diskusi ini.
Di antaranya, puluhan wartawan, dosen, birokrat, penulis, guru, aktivis sosial, LSM dan budayawan. Mereka melingkar bersama membahas DNA Kabupaten Jombang. “Alhamdulillah diskusi hari ini seru. Sedang merintis membangun atmosfir diskusi membangun Jombang. Semoga kelak banyak komunitas lain menyelenggarakan hal yang sama,” tegas Yusron Aminulloh, pendiri Rumah Peradaban Jombang.
Membahas DNA atau identitas Jombang, tegas Yusron, tidak hanya fisik tapi juga non-fisik. Yakni, nilai-nilai yang telah ditinggalkan pendahulu wajib dikaji dan diteruskan. Mantan Wabup yang juga Bupati Jombang Ali Fikri menjadi pemantik dalam forum tersebut.
“Saya hadir kesini, karena tertarik topiknya, kembalikan DNA Jombang. Ini diskusi serius, yang mencari dari mana kita memulai mencari DNA Jombang. Mulai 1910 bupati pertama, atau lebih jauh lagi,” ujar Ali Fikri.
Ustadz Ali Fikri mengapreasi kehadiran peserta dari Pemkab Jombang. “Kalau ASN dan penentu kebijakan datang, bahasan kita jadi panjang. Karena ada keterpusan kepemimpinan setiap 5 tahun,” katanya.
Menurut Ali Fikri, banyak program bagus berhenti saat bupati berganti. Semua parsial. Sehingga arah pembangun terputus. “Kalau fisik mudah dinilai, tapi non fisik, soal pendidikan, kebudayaan dan agama, kemiskinan, pertanian, terasa tidak ada visi. Mengalir begitu saja tanpa pedoman jelas,” tegasnya.
Oleh karena itu, Ali Fikri mengusulkan agar Pemkab Jombang membiayai diskusi seperti ini dengan membahas per item. Semua unsur tokoh masyarakat dilibatkan. “Tapi jangan pemkab yang mengadakan. Biar unsur masyarakat. Biar Murni. Tapi forum santai di cafe atau seperti ini sambil makan-makan, akan lahir ide cerdas,” sambungnya.
Ketua Baznas Jombang Ahmad Solahudin atau Gus Didin juga hadir sebagai pemantik dalam disuksi tersebut. Dalam paparannya dia menyampaikan bahwa DNA Jombang harus dirawat. Wujudnya dengan menjaga generasi mudanya dari pergaulan tidak sehat, LGBT, dan kenakalan remaja.
“Jika Jombang dipandang sebagai kota santri, itu artinya Jombang membutuhkan akhlakul karimah bukan sekadar anak-anak yang bisa mengaji dan warganya guyup. Tetapi Jombang yang berakhlakul karimah dan beradab,” kata Gus Didin.
Sementara itu, Kepala Perpustakaan Tebuireng As’ad menyoroti banyak hal kelemahan pelayanan publik di Jombang. Mulai dari transportasi publik yang pingsan, lyn mati, sehingga masyarakat naik motor.
“Padahal bahayanya dan kemungkinan kecelakaan tinggi. Ruang publik hanya ada alun-alun dan banyak seolah pemkab abai begitu saja,” tegas As’ad yang merupakan dosen pernah tinggal di Belanda ini.
Forum semakin hidup. Karena para budayawan dan penelusur sejarah juga menyampaikan pokok-pokok pikirannya. Di antaranta Nasrul Illah, Dian Sukarno, serta Inswinardi. Semua berharap Jombang tak kehilangan DNA. [suf]